Cerita Dari

Buruh
Oleh: Mastono
aku bahagia libur tiba
aku bisa merdeka
ah, aku salah mengira
ternyata sebelum libur
aku disuruh lembur
persediaan barang harus cukup
agar distribusi tak berhenti
agar modal terus berputar
berlipat ganda
beranak-cucu semua bernama modal
aku kira setelah lulus sekolah
kerja di pabrik itu enak
ternyata aku yang bikin barangnya
mau mengkomsumsi, tetap mesti beli
gajiku sebulan tak dapat membeli satupun
barang yang sehari bisa aku buat lima
ini karena modal
pak bos nyari pinjaman
membeli tenaga kami
kami berkerja
hasilnya dia yang menikmati
lucunya, kebudayaan diarahkan memihak mereka
pemakluman di mana-mana
ini kan penipuan
aku dibiarkan seolah-olah punya kebebasan
ternyata sama sekali tidak
aku diikat kencang dan kejam
buktinya, marsinah mati
kebebasan macam apa jika protes dilarang?
Yogya, 5 Januari 2015
Kerja
Oleh: Mastono
Kerja! Kerja! Kerja!
Aku kerja agar tak menderita,
tapi kerja itulah sumber deritaku.
Aku kerja untuk makan.
Makan untuk hidup.
Tapi kerja kami adalah sumber derita.
Bukankah, hidup kami adalah penderitaan?
Kerja! Kerja! Kerja!
Katanya, kerja untuk melestarikan kemanusiaan.
Tapi di mana kemanusiaan dalam pekerjaan kami?
Saat kami lelah dan sakit,
Kau menyebutnya malas
Apanya yang malas dari hidup yang
direncanakan dari sisa-sisa jam kerja?
Kerja! Kerja! Kerja!
Kami harus kerja agar sejahtera.
Saat kami menuntut kesejahteraan,
kau bilang kami tak masuk akal
Seolah-olah kami tak layak
untuk hidup yang layak.
Kau bentuk kontruksi pada pikiran kami,
agar kami mensyukuri kerentanan.
Kau ciptakan etos dan ajaran moral,
agar kami patuh pada kebengisan modal.
Kerja! Kerja! Kerja!
Arti kerja apa yang kau pahami?
Yogya, 24 April 2017
Surat Cinta Seorang Buruh
Oleh: Mastono
Sayang, maafan aku
jika tak mampu lagi merangkai kata-kata
yang selalu kau menyebutnya puisi cinta.
Hari-hari ini sudah berubah.
Imajiku sudah habis,
digantikan hantu target kerja dan ancaman PHK.
Lagipula, kau tentu tahu, kita tidak bisa hanya berpuisi
untuk membangun hidup yang dipenuhi cinta.
Tabahlah, cinta.
Maafkan aku yang tak lagi bisa menatap lama wajah dan senyummu.
Waktuku sudah dihabisi pemodal,
mereka yang mengaku memberikan kita penghidupan,
padahal mereka yang merampas semuanya.
Aku akan pulang jika ada libur sedikit panjang,
barang tiga sampai seminggu
Kau sudah mengerti bukan,
libur seperti itu hanya bisa di hari-hari lebaran,
setahun sekali.
Suatu saat nanti, pasti ada hari kita berkumpul setiap hari,
menikmati pagi dan sore di beranda rumah kita.
Semoga jika hari itu, cinta sudah menemukan kemenangannya.
Yogya, untuk cinta para buruh.
26 April 2017
Doa yang Belum Terjawab
Oleh: Mastono
Seorang laki-laki duduk bersimpuh
lemas di lantai musholla.
Tangannya menengadah, jelas ia memanjatkan doa.
Suaranya lirih dihiasi air mata yang melukis wajahnya,
perlahan-lahan.
Setelah doa itu selesai, aku bertanya:
“kenapa?”
“aku di-PHK” jawabnya.
Aku tahu, istrinya sebulan lagi melahirkan.
“berdoa saja, pasti ada jalan”
“entah, sudah berapa banyak doaku yang belum terjawab” katanya.
Yogya, 27 April 2017
Hormatku Bagimu, Buruh!
Oleh: Mastono
Aku akan bicara terus terang,
sebagai bagian dari kaum terdidik yang gagal:
Aku sedikit saja mengenalmu,
dari buku-buku yang seringkali tak selesai kubaca.
Atau dari penuturan sejarah yang ngalor-ngidul,
menjadikan dusta sebagai kesaksian.
Pernah ada kalanya,
aku hanya tahu kau kumpulan manusia yang sekedar mencari nafkah
untukmu, untuk istri, orangtua, adik dan anakmu.
Pun, pernah suatu ketika aku iri padamu,
karena kau bisa membeli semuanya,
membuatmu orangtua dan keluargamu bangga.
Mana tahu aku,
ada keringat yang dibeli dengan nilai yang tak pernah setara.
Ketidak-adilan yang bahkan sudah kau terima sejak yang menyandang nama:
Buruh.
Tapi, bukan nama itu yang tak adil padamu.
Bukan nama itu yang menghinakanmu.
Mana tahu aku,
kau dihinakan sejak dari pemisahanmu dan kerjamu.
Kau menyebutnya: alienasi.
Mana tahu orang spertiku ini,
peradaban dunia yang kukenal dibangun dan dibanggakan
dari keringat, jerit lelah, duka-nestapa, ironi, dan kejenuhan akan deritamu.
Mana aku tahu, kemegahan bumi dengan kecongkakannya,
dibuat dari eksploitasi tak terbatas atas tenagamu.
Kau yang mengubah wajah dunia. Kau yang mencipta sejarah.
Tapi kau sama sekali tak pernah dikenang dan terkenang.
Kau adalah ketabahan yang angkuh.
Terus memaksa meraih kemenangan, merebut sejarah,
dengan cemooh, hinaan, dan kekerasan yang terus menimpamu.
Hormatku, saudaraku!
Di tanganmu, revolusi siap digenggam.
Yogya, 29 April 2017
Nyanyian May Day
Oleh: Mastono
Kami berlari, berjalan jauh dengan debu dan keringat.
Lelah sudah biasa. Hari-hari kami adalah kelelahan.
Kami menapaki aspal jalanan, kibarkan bendera dan sampaikan tuntutan.
Kami tahu dan mengenali jelas,
undang-undang, aturan-aturan, ketetapan dan perjanjian,
hanya menjadi bukti negara tak berpihak pada kami. Jutaan rakyatnya.
Kami akan terus maju, meski ceramah moral menyerang.
Meski gas air mata ditembakan. Meski para penjaga menodongkan senapan.
Kami tahu untuk menang butuh keberanian dan pengorbanan.
Kenang. Kenanglah kemenangan kami.
Harum. Harumkanlah martabat kami.
Bersatu-bersatulah. Kemenangan besar akan kita raih.
Kemenangan bagi semua manusia.
Ini adalah hari kita. Mari kita bernyanyi.
Ini adalah suara kita. Mari kita rakayakan.
Mari melawan. Mari melawan.
Perlawanan adalah kegembiraan.
Yogya, 1 Mei 2017