
“Warga Rempang Tak Akan Pernah Berunding Dengan Tamu Yang Menjarah Rumahnya”: Surat Terbuka Kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Jujur. Saya tidak tahu harus mengawali apa ketika menulis surat ini. Kata-kata yang saya buat seolah sulit untuk meluncur keluar. Kata-kata itu selalu tertahan dan berhenti dalam pikiran semata. Sulit kemudian bila tangan saya bergerak menghempaskan seluruh kata-kata yang tertanam dalam pikiran. Saya tak tahu kenapa. Agaknya ini tak terlepas dari identitas saya sebagai seorang santri. Ya, saya adalah seorang