Pernyataan Sikap JATAM Kaltim Terkait Jatuhnya Korban ke-9 Kolam Bekas Tambang Batubara

347
VIEWS

Walikota Samarinda dan Gubernur Kaltim Harus Mengusut Tuntas Kasus-Kasus Kematian di Kolam Bekas Tambang Batubara

Hari itu adalah hari ibu, 22 Desember 2014. Namun duka justru membasahi wajah Rahmawati (37 tahun) akibat airmata yang terus berlinang sejak siang. Di dalam rumah sederhana yang terbuat dari kayu berukuran 6 X 12 meter  tersebut beberapa tetangga memeluknya dan terus mengurai kata agar Rahmawati terobati dukanya. Rahmawati harus kehilangan putranya Muhammad Raihan Saputra (10 Tahun) karena tewas lemas di lubang bekas tambang menganga yang diduga milik perusahaan tambang batubara, PT. Graha Benua Etam (GBE), setelah sebelumnya bermain bersama teman sebayanya.

Sejumlah warga dan kerabat menceritakan bahwa lubang bekas tambang yang membawa maut tersebut setidaknya sudah dibiarkan menganga dan terisi air sejak 3 tahun lalu. Tak hanya itu menurut kesaksian Asep (38 tahun), ia dan warga Gang Karya Bersama, Gang M. Tulus dan Gang Saliki juga turut menggunakan air dari lubang bekas tambang yang mirip danau tersebut untuk kebutuhan mandi dan mencuci pakaian. Sudah 3 bulan ini kami sedot air dengan mesin dan selang di danau bekas tambang itu, karena kalau mengandalkan air Sanyo, keruh dan PAM (perusahaan air minum) juga belum terpasang di daerah sini, ujar Asep menambahkan.

Tak ada Firasat apapun yang muncul di ingatan Rahmawati hari itu, Baru saja kemaren malam dinasehati bapaknya agar tak main jauh-jauh dan ingat pulang kalau sudah waktunya” kenang Rahmawati.

Rahmawati sehari-hari beraktivitas sebagai ibu rumah tangga biasa, selain itu juga berjualan Nasi campur dan gorengan di warung kecil di depan rumahnya di Jl. Padat Karya RT 68 No. 9, Sempaja Selatan. Sedangkan ayah Raihan, Misransyah, sehari-harinya hanya bekerja sebagai Buruh toko alat-alat kapal milik seorang pedagang cina di Jl. Lambung Mangkurat.

Raihan kecil baru 2 hari mencicipi hari liburnya, setelah pada hari Sabtu ia dan orang tuanya baru saja mengambil Raport semester ganjil di sekolahnya SDN 009, Pinang Seribu, Samarinda Utara. “Raihan anak biasa saja, nilai raportnya juga biasa saja”, ujar Misransyah (36 Tahun). “Raihan itu suka main bola dan suka bergau.l ia sangat dikenal luas oleh-anak-anak disini karena keluwesannya bergaul” tutupnya.

Raihan diperkirakan tewas setelah waktu salat Dzuhur, sekitar Pukul 14.00 siang dan baru dievakuasi pukul 17.30 sore, setelah mendapat bantuan dari BNPB dan Tim SAR. Tubuh Raihan didapatkan pada kedalaman 8 meter, sementara  kedalaman lubang bekas tambang yang berisi air tersebut diperkirakan mencapai 40 meter.

Lubang Tambang itu sendiri sering dikeluhkan warga karena jaraknya yang hanya 50 meter dari pemukiman warga.

Korban ke 9 dan Sanksi atas Perusahaan Tambang Pencabut Nyawa.

Raihan adalah korban ke sembilan menyusul 8 anak lain yang tewas sebelumnya di lubang bekas tambang batubara yang beracun dan dibiarkan menganga tanpa direhabilitasi. Sejumlah perusahaan yang patut bertanggung jawab atas kejadian maut ini adalah PT Hymco Coal (2011), PT. Panca Prima Mining (2011), PT. Energi Cahaya Industritama (2014) dan lubang yang disebut-sebut warga diduga merenggut nyawa Raihan PT. Graha Benua Etam (GBE). PT. Graha Benua Etam (GBE) terdaftar dengan Nomor SK IUP: 545/267/HK-KS/V/2011 dan beroperasi dengan luas 493,7 hektar sejak 18 Mei 2011 dan ijinnya akan berakhir pada 9 November 2015 tahun depan.

Dalam catatan JATAM Kaltim, PT Graha Benua Etam ini adalah perusahaan nakal, dan diduga terlibat dalam kasus gratifikasi kepada mantan Kepala Dinas Pertambangan. Di era Rasyid, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kota Samarinda periode sebelumnya, nama GBE juga seringkali disebut dalam evaluasi bulanan tambang yang pernah digelar pemkot tahun 2012-2013 sebagai perusahan paling tidak taat, bahkan pernah dihentikan sementara izinnya.

Kunjungan Tim JATAM Kaltim 2 jam setelah evakuasi Raihan pada malam harinya menemukan kesaksian warga bahwa lubang ini ditinggalkan nyaris 3 tahun lamanya, karena itu melanggar Pasal 19-21 Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2010, bahwa paling lambat 30 hari kalender setelah tidak ada kegiatan tambang pada lahan terganggu wajib di reklamasi.

Lubang bekas tambang ini juga terletak amat dekat dengan pemukiman dan diduga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 4 Tahun 2012 Tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara yaitu jarak 500 meter tepi lubang galian dengan Pemukiman warga, kenyataannya jarak hanya 50 meter saja. Di lapangan juga terlihat bahwa perusahaan juga tidak mengikuti ketentuan teknik tambang seperti yang dimuat dalam keputusan menteri ESDM nomor 55/K/26/MPE/1995, diantaranya: tidak memasang pelang atau tanda peringatan di tepi lubang dan tidak ada pengawasan yang menyebabkan orang lain masuk ke dalam tambang.

JATAM Kaltim berpendapat, terhadap Walikota dan Distamben Kota Samarinda dapat diterapkan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 112 UUPPLH, sebab unsur “barang siapa, karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain” yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP,  maupun Pasal 112 UUPPLH “Setiap pejabat berwenang”, “tidak melakukan pengawasan”, “terhadap ketaatan penanggung jawab usaha” atau “kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan”, “mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan”, “ mengakibatkan hilangnya nyawa manusia” telah terpenuhi.

Belajar dari penanganan kasus tewasnya banyak korban di lubang tambang sebelumnya, JATAM Kaltim pada 24 April 2013 dan 21 April 2014 sebenarnya sudah pernah mengirim surat mempertanyakan kinerja Kepolisian Republik Indonesia, DPR RI hingga Komnas Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Karena Kepolisian mengendur, apalagi kasus-kasus kejahatan tambang selama ini melibatkan tokoh-tokoh penting dan pemilik modal, penyidikan kasus ini berlarut-larut tanpa kepastian.

Penghentian penyidikan perkara mestinya harus sesuai dengan koridor yang diatur oleh pasal 184 KUHAP, seperti tidak adanya pengakuan, saksi, surat atau benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana bersangkutan. Jika pasal 184 tersebut tak terpenuhi penyidik semestinya tetap meneruskan penyidikan dengan terus membuka  diri dan transparan atas perkembangan penyidikan kepada publik. Pertanggungjawaban politik pun mestinya digelar DPRD Samarinda dengan mendesak Walikota Samarinda untuk menghukum Perusahaan dan memanggil Walikota melalui Hak Interpelasi dan Angket.

Mengingat kenyataan menyedihkan yang terjadi dan belum adanya keseriusan pemerintah, terutama pemerintah daerah untuk menanganinya, JATAM Kaltim meminta Walikota Samarinda mengusut tuntas kasus-kasus kematian yang diakibatkan kolam bekas tambang batubara atau MUNDUR dari jabatan karena telah GAGAL dan lalai atas tanggung jawabnya dan MENDESAK Gubernur Kaltim untuk turun tangan.

Lampiran (1)

DAFTAR KORBAN ANAK TEWAS DI LUBANG MAUT TAMBANG BATUBARA

No Kasus Waktu Kejadian Lokasi Keterangan & Perkembangan Hukum
1 Kasus 3 anak tewas bernama Miftahul Jannah, Junaidi dan Ramadhani di lubang tambang batubara Hymco Coal 13 juli 2011 Sambutan, Samarinda Mandeg dari sisi hukum pidana, Pemkot hanya memberi Tali Asih dan menganggap persoalan hukum selesai
2 Kasus tewasnya sepasang anak lelaki dan perempuan bernama Eza dan Ema (6 tahun), seusia kelas 1 Sekolah Dasar.2 Anak ini tewas di lubang tambang batubara milik PT. Panca Prima Mining. 24 Desember 2011 Perumahan Sambutan Idaman Permai, Pelita 7, Samarinda Mandeg dari sisi hukum pidana, Pemkot hanya memberi Tali Asih dan menganggap persoalan hukum selesai.
3 Kasus Maulana Mahendra (11 tahun), di sebuah galian bekas tambang batubara milik salah seorang warga bernama Said Darmadi. 25 Desember 2012 Lokasinya di Blok B RT 18 Simpang Pasir, Palaran, Samarinda Kolam bekas galian tambang batubara ini berkedalaman 1,5 meter dengan luas sekitar 10 x 10 meter.Korban yang merupakan murid kelas 5 di salah satu SD di Simpang Pasir itu, diduga lemas setelah kakinya menyangkut pada lumpur yang berada di dasar kolam.Penegakan hukum pidana tak berlanjut dan tak diketahui publik.

 

4 Kasus Nadia Zaskia Putri, bocah kelas 5 SD (10 th), yang meninggal saat berenang di galian bekas tambang batubara. Pada tanggal 8 april 2014, tepat sehari sebelum pesta demokrasi di Indonesia. Lokasi di Kelurahan Rawa Makmur RT 48, Kecamatan Palaran, Samarinda.  Disebut-sebut milik sebuah perusahaan bernama Cahaya Ramadhan. Lokasi tambang kurang 2 hektar, kedalaman lubang 7 meter, luas lubang 10 x 20 meter. Terletak kurang 50 meter dari pemukiman warga.Perusahaan kontraktor Cahaya Ramadhan yang bertanggungjawab tersebut adalah kontraktor dari PT Energi Cahaya Industritama (ECI).Kasus hukum tak terdengar dan keluarga menerima Tali Asih.
5 Kasus Muhammad Raihan Saputra (10 tahun), kelas 4 SD, tewas lemas di lubang bekas tambang batubara yang tak direklamasi. Diduga milik PT Graha Benua Etam (GBE). Pada Senin, 22 Desember 2014, Tepat pada perayaan Hari Ibu. Lokasi Kejadian di Gang Saliki, Jl Padat Karya, Bengkuring, Sempaja Selatan. Warga menyebut nama PT Graha Benua Etam (GBE) yang diduga memiliki Konsesi dan Lubang bekas Tambang batubara yang tak direklamasi tersebut.Hingga rilis ini ditulis, belum ada tindakan hukum sama sekali. Perwakilan perusahaan dan pemerintah hanya mendatangi keluarga korban dalam rangka member Tali Asih.

 

 

Baca Juga:

 

Samarinda, 11 Januari 2015,

JARINGAN ADVOKASI TAMBANG

Kasmani  – 0852 5088 2447

Theresia Jari – 0852 5085 9004

 

 

 

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.