Diterjemahkan oleh: Muhammad Azka Fahriza
Pengantar Redaksi:
Terjemahan teks wawancara Naguib Mahfouz yang sebentar lagi Anda baca ini merupakan teks lama yang sebenarnya bisa Anda nikmati langsung teks aslinya melalui majalah sastra kenamaan The Paris Review edisi musim panas 1992 nomor 23 di rubrik wawancara The Art of Fiction no.129, bahkan bisa Anda akses dengan mudah melalui: http://www.theparisreview.org/interviews/2062/the-art-of-fiction-no-129-naguib-mahfouz. Artinya siapapun sebenarnya bisa menganggap usaha penerbitan terjemahan ini sebagai laku sia-sia, terlebih jika mengingat titimangsanya yang terpaut dengan kita nyaris dua puluh empat tahun. Lantas mengapa kami melakukannya?
Alasan paling sederhana tentu saja kami ingin memudahkan pembaca sekalian yang barangkali, sebagiannya, memiliki kendala untuk membaca hasil wawancara yang dilakukan Charlotte El Shabrawi ini dalam edisi aslinya atau meyakini bahwa membaca teks dalam bahasa ibu selalu menjadi pilihan utama dan terbaik. Selain bahwa ini merupakan permulaan dari rencana kami yang ingin menghadirkan sekelumit pengetahuan tentang tokoh-tokoh islam dunia atau yang lahir dan tumbuh dalam tradisi islam—entah dalam bentuk terjemahan teks berbahasa asing seperti ini atau melalui satu ulasan—sebagai sarana yang kami tawarkan untuk merefleksikan islam agar tak sekedar menjadi, meminjam Naguib Mahfouz, klub kebugaran.
Kami memilih wawancara Naguib Mahfouz di TPR sebagai yang pertama semata-mata karena muatannya yang kami anggap paling dekat dengan realitas keberislaman masyarakat kita hari ini, dan bukan figur personal atau lebih spesifik karya-karyanya. Dalam wawancara ini Mahfouz membicarakan banyak hal terkait islam, masyarakat Mesir dan Arab waktu itu baik dalam konteks politik maupun kebudayaan yang secara tidak langsung berkait-kelindan dengan karir kepenulisannya dan, tentu saja, karya-karyanya. Ia memberikan pandangan-pandangan menariknya, beberapa diantaranya mencengangkan, mengenai berbagai hal mulai dari sosialisme, sufisme, Salman Rushdie, sampai salat dan haji.
Pada akhirnya kami mengucapkan selamat membaca seraya memohon maaf atas pengantar pendek yang mungkin mengganggu pembaca sekalian dan tak lebih penting dari teks yang akan menyertainya serta, mewakili penerjemah, hasil terjemahan yang barangkali kurang maksimal.
Salam,
Redaksi Islam Bergerak
Naguib Mahfouz berhutang pada Hafiz Najib—pencuri, narapidana, penyerang polisi masyhur dan penulis 20 novel detektif—yang paling awal memberikan pengaruh sastra kepadanya. Mahfouz membaca Putra Johnson karya Najib pada umur sepuluh tahun melalui rekomendasi teman SD-nya dan pengalaman itu, Mahfouz mengakui, merubah hidupnya.
Selanjutnya, Mahfouz dipengaruhi oleh banyak dan bermacam-macam hal. Semasa SMA, Mahfouz terpikat oleh Taha Husayn, yang karya revolusionernya Fil-shi’r al-Jahili mengundang reaksi berlebihan dari lingkaran konservatif Asy’ariyah ketika dipublikasikan tahun 1926. Di masa kuliah Mahfouz membaca Salama Musa, yang sebagai editor majalah al-Majalla al-Jadida kemudian menerbitkan novel pertamanya, dan darinya Mahfouz mengatakan dirinya belajar “percaya pada sains, sosialisme, dan toleransi.”
Di tahun-tahun setelah Perang Dunia Kedua, Mahfouz menarik diri dari cita-cita sosialisnya ke dalam pesimisme mendalam. Dia menghabiskan banyak waktunya dengan terlibat dalam diskusi-diskusi murung tentang hidup dan ketakbergunaan sastra dengan sesama penulis ‘Adil Kamil dan Ahmad Zaki Makhluf, di lapangan di dekat Jembatan Jala’ Kairo, yang mereka juluki “Lingkaran Pertanda Buruk.” Tahun limapuluhan dia bereksperimen dengan Mistisisme Sufi, mencari ke dalamnya jawaban-jawaban untuk serangkaian pertanyaan metafisika yang tidak tersentuh oleh sains. Hari-hari itu Mahfouz tampak mantap dalam filsafat yang memadukan sosialisme dengan perhatian akan spiritual—kombinasi yang didahului oleh definisi fiksi yang dia kemukakan di tahun 1945: Fiksi adalah seni untuk era industri. Itu merepresentasikan sintesis dari gairah seorang manusia akan fakta dan pengalaman cinta masa lalunya dengan imajinasi.
Lahir di Kairo 1911, Mahfouz mulai menulis pada umur tujuh tahun dan sejak itu menulis lebih dari tigapuluh novel. Sampai dia pensiun dari pegawai negeri pada umur enampuluh, dia menulis saat malam, di waktu senggang—dan meskipun mendapat banyak pujian, tidak bisa menggantungkan hidupnya dari sana. Karya pertamanya yang dipublikasikan, Abath al-Aqdar, muncul pada 1939, serial pertama dari tiga kisah sejarah yang bertitimangsa pada zaman Fir’aun. Mahfouz pada mulanya bermaksud mengembangkan tiga serial itu menjadi tigapuluh, atau empatpuluh, novel tentang sejarah Mesir dalam gaya bertutur Sir Walter Scoot, namun dia mengurungkan rencana tersebut demi mengerjakan novel kontemporernya mengenai Kairo, yang pertama, Khan al-Khalili, terbit tahun 1945.
Meskipun banyak diakui di beberapa negara Arab, Mahfouz tidak mendapatkan cukup reputasi di Mesir sampai terbitnya Trilogi Kairo di tahun 1957. Novel tersebut adalah tiga ratus halaman gambaran epic kehidupan kelas menengah Kairo selama perang dunia, dan segera dipuji sebagai novel dari generasi tersebut. Mahfouz menjadi terkenal di luar negeri pada akhir tahun enampuluhan. Ketika beberapa karyanya diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Perancis, Rusia dan Jerman. Pada tahun 1988 Mahfouz meraih pengakuan internasional ketika dia memenangkan Hadiah Nobel Sastra.
Pada dekade delapanpuluhan Mahfouz tinggal di Agouza, daerah pinggiran Kairo, dengan istri dan kedua putrinya. Dia menghindari perhatian publik, khususnya berbagai pertanyaan mengenai kehidupan pribadinya, yang menjadi, seperti dia utarakan, “Sebuah topik dalam surat kabar dan siaran radio.” Serangkaian pertemuan yang dijadikan wawancara ini diadakan beberapa Kamis, masing-masing tepatnya pukul sebelas siang. Pewawancara duduk di sebelah kiri, di sisi telinga Mahfouz yang berfungsi baik.
Mahfouz secara pribadi agak pendiam, tapi selalu berterus terang dan tanggap. Dia sesekali tertawa dan memakai setelan biru gelap kuno, yang dia kancingkan sampai atas. Dia merokok dan menikmati kopinya yang pahit.
PEWAWANCARA
Kapan Anda mulai menulis?
NAGUIB MAHFOUZ
Pada tahun 1929. Seluruh tulisan saya ditolak. Salama Musa, editor Majalla—berkata kepada saya: kamu mempunyai bakat, tapi kamu belum ke sana (memaksimalkan bakatnya). September 1939 saya ingat betul karena itu permulaan Perang Dunia Kedua, Hitler menyerang Polandia. Bersamaan dengan itu cerita saya “Abath al-Aqdar,” terbit, menjadi semacam hadiah dari penerbit Majalla. Itu kejadian yang sangat penting dalam hidup saya.
PEWAWANCARA
Apakah Anda menulis dan menerbitkan karya lebih mudah setelahnya?
MAHFOUZ
Tidak… meskipun setelah penerbitan pertama salah satu teman saya, seorang penulis, datang dan memberitahu saya tentang saudaranya yang memiliki kantor penerbitan. Dia mantan komite penerbitan dengan beberapa rekanan yang sedikit sukses. Kami mulai menerbitkan tahun 1943 dengan sedikit teratur. Kami menerbitkan cerita saya setiap tahun.
PEWAWANCARA
Tetapi Anda tidak pernah menggantungkan hidup dari menulis?
MAHFOUZ
Tidak. Saya selalu bekerja sebagai pegawai pemerintah. Sebaliknya, saya menghabiskannya untuk sastra untuk membelikannya buku-buku dan kertas. Saya tidak mendapatkan banyak uang dari tulisan saya hingga beberapa tahun kemudian. Saya menerbitkan sekitar delapan cerita tanpa menghasilkan apapun. Bahkan novel pertama saya sata terbitkan tanpa memperoleh apapun, semuanya untuk menolong komite (penerbitan).
PEWAWANCARA
Kapan Anda mulai mendapatkan uang dari menulis?
MAHFOUZ
Ketika cerita-cerita pendek saya diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Perancis dan Jerman, “Zabalawi” khususnya menjadi sukses terbesar dan memberikan saya lebih banyak uang dari cerita-cerita lainnya.
Novel pertama saya yang diterjemahkan adalah Midaq Alley. Terjemahannya pertama kali diterbitkan oleh seorang Lebanon bernama Khayyat, Baik saya maupun penerjemah tidak menerima sepeser uang pun karena Khayyat membohongi kami. Heinemann menerbitkan kembali terjemahan tersebut sekitar tahun 1970. Setelahnya, itu diterjemahkan ke dalam Bahasa perancis dan terjemahan-terjemahan lain dari karya-karya saya menyusul.
PEWAWANCARA
Bisakah Anda menjelaskan pada kami kelompok Kharafish yang terkenal jahat? Siapa yang termasuk di dalamnya dan bagaimana mereka terbentuk?
MAHFOUZ
Kami pertama kali berkenalan tahun 1943: Mustada Mahmud, Ahmad Baha al-Din, Salah Jahin, Muhammad Afifi. Kami akan menggelar diskusi seni dan isu politik terkini. Kharafish berarti “berandalan”—tipikal itu bisa ditemukan dalam aksi demonstrasi dan siapapun yang mulai menjarah dalam kesempatan pertama, mereka adalah kharafish. Ahmed Mazhar [salah satu aktor terkemuka Mesir] memberi kami nama itu. Pertama kali, kami bertemu di rumah Muhammad Afifi. Kadangkala kami akan pergi ketempat yang dinamai Kota Sahara, dekat piramida. Sekarang kami pergi pergi ke tempat sutradara film Tewfiq Saleh karena dia mempunyai balconi di lantai sepuluh, menghadap sungai Nil. Empat atau lima dari kami sudah pergi(mati).
PEWAWANCARA
Apakah Anda banyak berhubungan dengan penulis Mesir dari generasi yang lebih muda?
MAHFOUZ
Setiap Jumat petang saya menghadiri satu sesi di Kasino Kasr el-Nil, yang mengundang penulis-penulis baru. Banyak yang datang: penyair, pengarang, berbagai jenis aliran sastra… Sejak saya berhenti bekerja untuk pemerintah tahun 1971 mempunyai lebih banyak waktu untuk teman-teman.
PEWAWANCARA
Apa peranan situasi politik sebelum tahun 1954 bagi hidup Anda?
MAHFOUZ
Kira-kira saya berumur tujuh tahun ketika revolusi 1919 berlangsung. Saya menjadi lebih dan semakin terpengaruh oleh itu sekaligus makin antusias mengetahui sebabnya. Setiap orang yang saya kenal berjuang untuk Partai Wafd dan kemerdekaan dari Kolonisasi. Setelahnya saya menjadi lebih terlibat dalam hiruk pikuk politik sebagai pengikut terang-terang dari Zaghlul Pasha Saad. Saya tetap menganggap keterlibatan itu sebagai satu hal terpenting yang telah saya lakukan selama hidup. Namun saya tidak pernah bekerja dalam politik. Tidak pernah menjadi anggota partai manapun atau anggota komite resmi. Meskipun seorang Wafdis (simpatisan partai Wafd), saya tidak pernah ingin dikenal sebagai anggota partai; sebagai penulis saya menginginkan kebebasan mutlak yang mustahil dimiliki seorang anggota partai.
PEWAWANCARA
Dan pada tahun 1952?
MAHFOUZ
Saya bahagia dengan revolusi itu. Namun sayangnya itu tidak membawa serta demokrasi.
PEWAWANCARA
Apakah Anda berpikir jika kemajuan menuju demokrasi dan kebebasan dibuat sejak era Nasser dan Sadat?
MAHFOUZ
Oh ya, tidak ada keraguan sedikitpun tentang itu. Di era Nasser setiap orang takut pada tembok-tembok. Semua orang khawatir. Kami akan duduk di kafe, terlalu khawatir untuk bercakap-cakap. Saya khawatir untuk berbicara pada anak-anak saya tentang apapun yang terjadi sebelum revolusi: saya cemas mereka akan pergi ke sekolah dan mengatakan sesuatu yang akan disalahpahami. Sadat membuat kami lebih aman. Hosni Mubarak? Konstitusinya tidak demokratik, tapi dia sendiri demokratis. Kami bisa menyuarakan pendapat kami sekarang. Pers bebas. Kami bisa duduk di ruumah kami sendiri dan berbicara dengan lantang seolah-olah kami berada di Inggris. Tetapi konstitusi membutuhkan perubahan.
PEWAWANCARA
Apakah Anda berpikir masyarakat Mesir siap untuk demokrasi penuh? Apakah mereka sungguh mengerti bagaimana itu bekerja?
MAHFOUZ
Di Mesir hari ini mayoritas masyarakat sibuk mencari roti untuk makan. Hanya beberapa kaum terpelajar yang sungguh-sungguh mengerti bagaimana demokrasi itu bekerja. Tidak ada satu keluarga pun yang mempunyai cukup waktu senggang untuk membicarakan itu.
PEWAWANCARA
Apakah Anda mendapatkan banyak masalah dengan kebijakan sensor? Apakah Anda menulis ulang manuskrip-manuskrip Anda?
MAHFOUZ
Tidak saat ini, namun selama PD II Al-Qawra al-Jadida dan Radibus disensor. Saya dituduh kiri. Badan sensor menganggap Radibus penuh hasutan karena di dalamnya rakyat membunuh raja, dan raja kami masih hidup. Saya menjelaskan pada mereka bahwa itu hanya kisah sejarah, namun mereka menganggap itu kisah palsu, bahwa raja yang dibicarakan tidak dibunuh oleh rakyat tetapi mati di bawah “kondisi misterius”
PEWAWANCARA
Bukankah badan sensor juga menolak The Children of Gabelawi?
MAHFOUZ
Mereka melakukannya. Meskipun saya terkena semua sensor seni, kepala badan sensor sastra menyarankan saya untuk tidak menerbitkan buku di Mesir untuk menghindari konflik dengan Al-Azhar—poros utama Islam di Kairo. Buku itu dipublikasikan di Beirut tetapi tidak diizinkan di Mesir. Saat itu tahun 1959. Dan buku itu tidak bisa di beli di sini. Orang-orang menyelundupkannya.
PEWAWANCARA
Apa yang Anda maksudkan dengan The Children of Gabelawi? Apakah Anda memaksudkannya untuk provokasi?
MAHFOUZ
Saya ingin buku itu menunjukkan bahwa sains mempunyai tempat dalam masyarakat, sebagaimana agama baru, dan bahwa sains tidak membutuhkan perseteruan dengan nilai-nilai religious. Saya ingin meyakinkan pembaca bahwa jika kita menolak sains, kita menolak masyarakat umumnya. Sayangnya, itu disalahpahami oleh beberapa orang yang tidak tahu bagaimana membaca cerita. Meskipun buku itu bercerita tentang getto-getto dan orang-orang yang menjalankannya, itu diartikan sebagai nabi-nabi mereka. Karena interpretasi ini, cerita itu, secara alamiah, dianggap mengejutkan dan disangka mengisahkan nabi-nabi yang bertelanjang kaki dan berlaku bengis… Tetapi tentu saja itu alegori. Bukan berarti seolah-olah alegori sama sekali tidak dikenal dalam tradisi kami. Dalam kisah “Kalilah wa Dimnah,” misalnya, singa merepresentasikan Sultan. Namun tak satupun menuduh bahwa penulis mengganti Sultan denga binatang. Suatu hal itu menjadi bermakna melalui cerita… dan allegori tidak bisa dimaknai secara literal. Ada ketidakpahaman serius pada sebagian besar pembaca.
PEWAWANCARA
Apa yang Anda pikirkan tentang kasus Salman Rushdie? Apakah Anda berpikir seorang penulis harus memiliki kebebasan mutlak?
MAHFOUZ
Saya akan memberitahu Anda secara tepat apa yang saya pikirkan: Setiap masyarakat memiliki tradisi, hukum dan agamanya sendiri yang ingin dipertahankan. Dari waktu ke waktu individu-individu muncul meminta perubahan. Saya meyakini bahwa masyarakat memiliki hak untuk mempertahankan dirinya sendiri, sebagaimana individu memiliki hak untuk menyerang apa saja yang tidak disetujuinya. Jika penulis datang dengan kesimpulan bahwa hukum masyarakatnya atau keyakinannya tidak lagi benar dan bahkan membahayakan, maka menjadi kewajibannya untuk berbicara. Tetapi dia harus membayar harga utuk semua itu, Jika dia tidak sanggup membayar harga itu, dia bisa memilih diam. Sejarah dipenuhi orang-orang yang dipenjarakan atau dibakar demi mempertahankan ide-idenya, Masyarakat selalu mempertahankan dirinya. Hari ini dilakukan oleh polisi dan pengadilan. Saya bertahan diantara kebebasan berekspresi dan hak masyarakat untuk melawan. Saya harus membayar harga untuk berbeda. Itu semua alamiah
PEWAWANCARA
Sudahkan Anda membaca Ayat-Ayat Setan?
MAHFOUZ
Belum. Saat kemunculannya, saya tidak lagi mampu membaca dengan baik—penglihatan saya menurun drastis belakangan ini. Tetapi Atase Kebudayaan Amerika di Alexandira menjelaskan kepada saya buku tersebut bab per bab. Saya menemukan penghinaan yang tidak dapat diterima. Rushdie menghina bahkan istri-istri Nabi! Sekarang. Saya bisa berpendapat dengan satu gagasan,tetapi apa yang akan saya lakukan dengan penghinaan? Penghinaan adalah urusan pengadilan. Pada saat yang sama, saya menganggap posisi Khomeini sama berbahayanya. Dia tidak mempunyai hak untuk memberikan keputusan sepihak—itu bukan cara Islami. Menurut prinsip islam, ketika seseorang dituduh melakukan bidaah, dia memiliki dua pilihan antara bertaubat atau menerima hukuman, Rushdie tidak diberikan kesempatan itu, Saya selalu membela hak Rushdie untuk menulis dan mengatakan apaapun yang ia inginkan dalam tataran gagasan. Namun dia tidak dibenarkan menghina siapapun, khususnya nabi atau apapun yang idanggap suci. Bukankah Anda setuju?
PEWAWANCARA
Saya melihat poin Anda. Apakah Al-Quran membicarakan penghinaan dan fitnah?
MAHFOUZ
Tentu saja. Al Qur’an dan seluruh hukum dari setiap peradaban mengundangkan perlawanan terhadap penghinaan agama.
PEWAWANCARA
Apakah Anda religius ketika kecil? Apakah Anda pergi ke masjid dengan ayah Anda setiap jumat?
MAHFOUZ
Saya sangat religius saat muda. Tetapi ayah saya tidak memaksa saya untuk pergi salat jumat meskipun ia pergi setiap minggunya. Kemudian saya mulai merasakan dorongan bahwa agama itu harus terbuka; agama yang berpikiran tertutup adalah kutukan. Hasrat berlebihan pada agama bagi saya tampak sebagai pelampiasan orang-orang yang diletihkan oleh kehidupan. Saya menganggap agama itu sangat penting sekaligus berpotensi merusak. Jika Anda ingin menggerakkan orang-orang, Anda mencari poin paling sensitif, dan di Mesir tidak ada satupun yang bisa menggerakkan mereka sebanyak agama. Apa yang membuat petani bekerja? Agama. Karena itu, agama harus dimaknai secara terbuka. Agama harus menyuarakan cinta dan kemanusiaan, Agama berhubungan dengan kemajuan dan peradaban, tidak hanya emosi. Sayangnya hari ini interpretasi agama seringkali mundur dan berlawanan dengan apa yang dibutuhkan peradaban.
PEWAWANCARA
Bagaimana dengan perempuan yang menutupi kepala, atau bahkan wajah dan tangannya? Apakah itu contoh bahwa agama bertolak belakang dengan peradaban?
MAHFOUZ
Penutup kepala(Hijab) adalah gaya hidup. Tidak lebih berarti sebagaimana yang lain. Namun saya takut pada fanatisme beragama.. perkembangan yang buruk, yang sungguh berlawanan dengan manusia.
PEWAWANCARA
Anda melakukan salat pada saat ini?
MAHFOUZ
Kadang-kadang. Tapi usia menghalangi saya saat ini. Saya katakan pada Anda, saya menganggp agama sebagai pilihan essensial bagi manusia. Namun, tentu saja jelas lebih penting menjadi manusia berbudi luhur ketimbang berdoa dan berpuasa dan menyentuhkan dahi di atas sajadah. Tuhan tidak menciptakan agama sebagai klub kebugaran.
PEWAWANCARA
Anda pergi ke Mekkah?
MAHFOUZ
Tidak.
PEWAWANCARA
Anda tidak ingin pergi?
MAHFOUZ
Tidak. Saya benci keramaian.
PEWAWANCARA
Berapa umur Anda ketika menikah?
MAHFOUZ
Tiga puluh tujuh atau tiga puluh delapan.
PEWAWANCARA
Mengapa begitu terlambat?
MAHFOUZ
Saya sibuk dengan pekerhaan dan tulisan-tulisan saya. Saya seorang pegawai pemerintah di pagi hari dan penulis di malam hari, Hari-hari saya praktis penuh. Saya khawatir dengan pernikhan… khususnya ketika saya melihat betapa sibuk saudara-saudara saya dengan aktivitas sosial yang disebabkan oleh semua itu. Seseorang mengunjungi orang lain yang dia juga akan mengundang orang itu. Saya mempunyai anggapan jika kehidupan pernikahan akan menyita seluruh waktu saya. Saya melihat diri saya tenggelam dalam serangkaian kunjugan dan pesta. Tidak ada kebebasan.
PEWAWANCARA
Bahkan sekarang, Anda menolak untuk menolak undangan makan malam atau resepsi?
MAHFOUZ
Saya tidak pernah menghadiri semua itu. Saya tidak pernah mengunjungi teman saya. Saya bertemu dengan mereka di Kasino Kasr el-Nil atau di salah satu dua kedai kopi lainnya.
PEWAWANCARA
Itulah mengapa Anda tidak pergi ke Swedia untuk menerima Hadiah Nobel? Terlalu banyak kunjugan, makan malam, pesta…?
MAHFOUZ
Bukan. Bukan itu tepatnya, Sebanyak saya mencintai perjalanan ketika muda, hari ini saya tak lagi memiliki gairah untuk itu. Bahkan perjalanan dua minggu akan mengacaukan pola hidup saya.
PEWAWANCARA
Anda mestinya ditanya berkali-kali tentang reaksi saat menerima Nobel. Apakah Anda mempunyai firasat sebelumnya bahwa Anda akan memenangkannya.
MAHFOUZ
Tidak semuanya. Istri saya berfikir bahwa saya berhak mendapatkannyam tetapi saya selalu mencurigai Nobel sebagai penghargaan dari barat, saya pikir tidak akan pernah memilih seorang penulis dari timur. Itu sekedar rumor pikir saya, bahwa dua orang Arab yang dinominasikan adalah: Yusef Idris dan Adonis.
PEWAWANCARA
Apakah Anda tahu kalau anda diperhitungkan?
MAHFOUZ
Tidak. Saya sedang di Al-Ahram pagi itu. Setelah setengah jam lebih lama berada di sana saya ingin segera keluar, Tetapi saya pulang dan bahkan makan siang. Berita datang melalui telegraf di kantor Al-Ahram dan mereka menghubungi rumah saya. Istri saya membangunkan saya dan memberitahu, namun saya berpikir dia bercanda dan pergi tidur kembali. Lalu dia member tahu jika Al-ahram yang menelepon. Saya mengangkatnya lalu mendengar seseorang berbicara. Selamat! Ini Pak Basha. Sekarang Pak Basha yang kadang-kadang bergurau dengan saya, jadi saya tidak menganggapnya serius. Saya pergi ke ruang keluarga denga piyama saya dan baru saja duduk ketika bel pintu berdering. Seseorang masuk dan saya mengiranya wartawan, tapi dia memperkenalkan diri dari kedutaan Swedia! Jadi saya membebaskan diri saya pada perubahan itu… Dan begitulah semuanya terjadi.
PEWAWANCARA
Kembali pada aktivitas menulis Anda. Apakah Anda bekerja menurut jadwal rutin?
MAHFOUZ
Saya selalu memaksanya. Dari pukul delapan hingga dua saya bekerja. Dan dari pukul empat hingga tujuh saya akan menulis. Dan dari pukul tujuh hingga sepuluh saya membaca. Itu jadwal saya setiap harinya kecuali Jumat. Saya tidak pernah memiliki waktu yang bisa saya nikmati seenaknya. Tapi saya berhenti menulis sekitar tiga tahun lalu.
PEWAWANCARA
Bagaimana Anda mendapatkan berbagai karakter dan ide untuk cerita Anda?
MAHFOUZ
Mari saya beritahu. Ketika Anda menghabiskan waktu dengan teman Anda, apa yang Anda katakan? Hal-hal yang membuat dirimu tertarik pada hari itu, minggu itu… Saya menulis cerita dengan cara yang sama. Situasi di rumah, di sekolah, di tempat kerja di jalan, semua itu sumber cerita. Beberapa pengalaman meninggalkan kesan mendalam yang alih-alih membicarakan mereka di klub saya menuangkannya dalam novel.
Katakanlah, semisal, kasus kriminal yang membunuh tiga orang di sini baru-baru ini. Dimulai dengan cerita itu, saya akan membuat beberapa keoutusan tentang bagaimana menuliskannya. Saya akan memilih, umpamanya, apakah memilih untuk menulis dari sudut pandang suaminya, istrinya, pembantunya atau pembunuhnya. Mungkin simpati saya malah pada si pembunuh. Itu semacam pilihan yang membuat cerita berbeda dari yang lainnya.
PEWAWANCARA
Ketika Anda mulai menulis, apakah Anda membiarkan kata pertama mengalis begitu saja, atau Anda mempersiapkan tulisan pertama-tama? Apakah Anda memulai dengan tema spesifik yang sebelumnya Anda pikirkan?
MAHFOUZ
Cerita-cerita pendek saya datang langsung dari hati. Untuk karya lainnya saya melakukan riset dulu, Sebelum memulai Trilogi Kairo, misalnya. Saya mengumpulkan data dari tiap karakter Jika saya tidak melakukannya, saya akan kehilangan dan melupakan semuanya. Kadangkala tema muncul dengan sendirinya di beberaa kejadian cerita, dan kadangkala saya akan mempunyai satu sebelum memulainya. Jika saya tahu sebelumnya bahwa saya ingin melukiskan kemampuan manusia untuk mengatasi kejahatan apapun yang akan menimpanya, saya akan mereka sosok pahlawan yang mampu mendemonstrasikan ide itu. Namun saya juga memulainya dengan melukiskan kebiasaan tokoh itu secara panjang lebar untuk kemudian membiarkan tema itu muncul pada akhirnya.
PEWAWANCARA
Seberapa banyak Anda melakukan revisi dan menulis ulang sebelum cerita selesai?
MAHFOUZ
Saya sering membuat revisi, mencoret-coret, dan menulisinya hampir di semua halaman, bahkan sampai belakang, Seringkali revisi saya menyangkut semuanya. Setelah saya revisi, saya menulis cerita itu dan mengirimnya ke penerbit. Lalu saya menyobek semua pekerjaan lama saya dan melemparkannya ke tempat sampah.
PEWAWANCARA
Anda tidak pernah menyimpan tulisan-tulisan Anda? Banyak penulis menyimpan kata-kata yang telah mereka tulisakan. Tidakkah Anda pikir menyenangkan untuk mempelajari proses menulis dengan memeriksa revisinya.
MAHFOUZ
Itu bisa jadi bagus, namun tentu saja bukan kebiasaan saya untuk menyimpan tulisan-tulisan. Saya pernah mendengan seorang penulis yang menyimpan draf-drafnya yang paling awal. Saya harus membuang semua revisi saya, karena kalau tidak rumah saya akan dipenuhi oleh kertas-kertas tak berguna. Disamping itu, saya memiliki tulisan yang sangat buruk.
PEWAWANCARA
Tidak adakah cerita pendek atau novel yang menjadi bagian dari warisan sastra Arab? Bagaimana Anda menjelaskan kesuksesan Anda dengan bentuk itu?
MAHFOUZ
Kami penulis Arab meminjam konsep cerita modern dan novel dari Baratm namun sekarang kami telah mengadopsinya dalam tradisi sastra kami. Banyak terjemahan mendatangi kami selama dekade empatpuluhan dan limapuluhan; kami mengambil gaya bercerita mereka untuk memudahkan cara menuliskan cerita. Kami menggunakan cara barat dalam mengungkapkan tema dan cerita kami. Tapi jangan lupa bahwa kebudayaan kami melahirkan karya-karya seperti Ayyam al-Arab, yang memuat banyak cerita—diantara mereka “Antar” dan “Qays dan Leila”—dan tentu saja Seribu Satu Malam.
PEWAWANCARA
Apakah Anda mengidentikkan beberapa karakter Anda dengan suatu hal?
MAHFOUZ
Kamal dari Trilogi Kairo mewakili generasi kami, ide-ide, pilihan, dilemma, dan krisis psikologis kami—maka karakternya bersifat autobiografis. Namun ia universal pada saat yang sama. Saya juga merasa dekat dengan Abul Gawad, bapaknya…terbuka untuk memahami semua sisi diri mereka, dia mencintai teman-temannya dan tidak pernah dengan sengaja menyakiti siapapun. Keduanya masing-masing mewakili kepribadian saya. Abdel Gawad menyukai pertemanan, seni dan music; Kamal seorang pendiam, pemalu, serius dan idealis.
PEWAWANCARA
Tolong ceritakan tentang contoh spesifik dari tulisan Anda: Pencuri dan Anjing. Bagaimana Anda memulainya?
MAHFOUZ
Cerita tersebut terinspirasi dari dua pencuri yang meneror Kairo selama beberapa saat. Namanya Mahmoud Suleiman. Ketika dia keluar dari penjara dia mencoba membunuh istri dan pengacaranya. Dia mencoba kabur tanpa terluka, namun terbunuh dalam proses itu.
PEWAWANCARA
Apakah istrinya mengkhianatinya, seperti dalam novel?
MAHFOUZ
Tidak…saya mereka cerita itu dari karakternya. Pada waktu itu saya menderita oleh rasa gigih dan aneh yang memburu saya, dan juga keyakinan bahwa di bawah pemerintahan politik waktu itu hidup kita tidak berarti. Jadi ketika saya menulis cerita kriminal, saya menulis cerita saya sendiri bersamanya. Kisah criminal biasa menjadi meditasi filosofis pada satu waktu! Saya memberikan karakter utama, Sayyid Mahram, untuk semua kebingungan dan kegelisahan saya. Saya meletakkannya melalui pengalaman pencarian jawaban sang syaikh, “wanita yang hilang”, idealis yang menhianati idenya untuk uang dan ketenaran. Penulis, Anda lihat, bukan semata jurnalis. Dia menjalin ceritanya dengan keraguan-raguan, pertanyaan, dan nilai-nilai yang ia miliki. Itulah seni.
PEWAWANCARA
Bagaimana tentang peranan agama dalam cerita? Apakah kepercayaan pada Tuhan jalan menuju kebahagiaan sejati, sebagaimana sang syaikh katakana? Apakah sufisme merupakan jawaban yang dicari si penjahat?
MAHFOUZ
Sang Syaikh menolak kehidupan sebagaimana kita tahu. Si penjahat, di sisi lain, mencoba menyelesaikan masalahnya segera. Mereka berada di dua dunia yang bertolakbelakang. Saya mencintai Sufisme sebanyak cinta saya pada puisi, tapi itu bukanlah jawaban. Sufisme seperti kebahagiaan di tengah gurun. Itu seperti memberitahu Anda, datang dan duduk, tenang dan nikmati keberadaan Anda untuk sementara waktu. Saya menolak setiap jalan yang menolak kehidupan, tetapi saya tidak bisa menolong diri saya dari mencinai Sufisme karena terdengar begitu indah… Sufisme memberikan semacam kelegaan di tengah kecamuk peperangan.
PEWAWANCARA
Saya memiliki beberapa teman Mesir yang rutin berkonsultasi dengan Syaikh Sufi untuk mencari solusi…
MAHFOUZ
Saya berharap mereka baik-baik saja. Solusi terbaik dari probrem mereka adalah Bank Nasional.
PEWAWANCARA
Bagaimana dengan Nur, wanita dalam cerita? Dan wanita seperti Nefisa dalam The Beginning dan the End dan Zohra di Miramar? Karakter-karakter tersebut, meskipun “jatuh” nyatanya berhati baik, dan muncul untuk mewujudkan satu-satunya harapan masa depan.
MAHFOUZ
Itu benar, meskipun saya menciptakan Nefisa juga untuk menunjukkan konsekuensi perilaku tercela dalam tipikal keluarga Mesir.
PEWAWANCARA
Apakah anda membenarkan tipe hukuman semacam itu?
MAHFOUZ
Saya sebagaimana kebanyakan orang Mesir, merasa bahwa hukuman dalam tingkatan itu terlalu berat. Di sisi lain lelaki Mesir yang tidak menanggapi jalan yang saudara Nefisah lakukan tidak dapat melanjutkan kehidupan dalam masyarakat ini. Entah menginginkannya atau tidak, dia wajib membunuh gadis berperilaku saya tercela. Dia tidak bisa melarikan diri dari itu, Dan itu akan berlangsung cukup lama sebelum tradisi ini berubah, meskipun paksaan mereka sudah agak dikurangi saat inim khususnya di kota-kota.
PEWAWANCARA
Abdul Gawad dalam Trilogi Kairo mempersonifikasikan tipikal lelaki Mesir waktu itu. Apakah tipe semacam tetap umum ditemui hari ini?
MAHFOUZ
Oh ya. Khususnya di kalangan atas Mesir, di pedesaan… Meskipun Abdul Gawad hari ini mungkin tak terlalu ekstrem. Tidakkah ada bayangan darinya di setiap lelaki?
PEWAWANCARA
Setiap lelaki Mesir, atau setiap lelaki?
MAHFOUZ
Saya tidak bisa membicarakan negeri lain, tapi tentu saja benar untuk semua lelaki Mesir.
PEWAWANCARA
Segalanya tampak berubah, meskipun, tidakkah Anda mengatakan itu?
MAHFOUZ
Segalanya mulai berubah. Posisi wanita dalam rumah tangga menjadi lebih kuat, terutama karena pendidikan, meskipun terdapat faktor lain.
PEWAWANCARA
Siapa yang Anda pikir mempunyai kekuasaan dalam rumah tangga? Siapakah yang membuat keputusan?
MAHFOUZ
Perkawinan seperti perusahaan dengan rekanan yang setara. Tanpa satupun peraturan. Jika terdapat ketidaksepakatan, yang lebih mumpuni dari keduanya harus menanganinya. Namun tiap keluarga berbeda. Sering kekuatan tergantung dari uang; siapapun yang menghasilkan uang paling banyak mempunyai kekuatan terbesar. Tidak ada aturan baku.
PEWAWANCARA
Dalam masyarakat tradisional konservatif seperti Mesir, tidakkah wanita seringkali memiliki kekuatan besar melampaui lelaki?
MAHFOUZ
Tepat, dan sejarah baru-baru ini membuktikannya. Lelaki dengan kebesaran politik dan kekuatan militer akan jatuh ke tangan perempuan kuat yang mempengaruhi keputusannya. Wanita-wanita ini mengatur dari balik tirai, dari balik tembok.
PEWAWANCARA
Mengapa mayoritas perempuan-perempuan tangguh rekaan Anda berasal dari strata mesyarakan bawah? Apakah Anda menciptakan mereka sebagai symbol dari sesuatu yang besar? Mesir, contohnya?
MAHFOUZ
Tidak. Dengan menulis tentang wanita kelas bawah saya hanya berusaha menunjukkan bahwa selama periode dari novel tersebut menempatkan posisi perempuan tanpa hak. Jika perempuan tidak bisa mendapatkan lelaki baik-baik atau cerai dengan yang buruk, dia tidak memiliki harapan. Kadangkala jalan satu-satunya baginya, sayangnya, adalah perilaku saya terlarang. Sampai saat ini, wanita banyak kehilangan haknya… bahkan hak dasar semacam kebebasan dalam memilih pernikahan, perceraian, dan pendidikan, Sekarang ketika perempuan menjadi terpelajar, situasinya berubah, karena peremuan terpelajar memiliki senjata. Beberapa kritik melihat Mesir disimbolkan dalam Hamida di Midaq Alley, tapi saya tidak pernah memaksudkan itu.
PEWAWANCARA
Apa yang Anda pikirkan dengan kritik semacam itu, yang menafsirkan karya Anda dalam pengertian simbol-simbol?
MAHFOUZ
Ketika saya mendengar bahwa Hamida telah menyimbolkan Mesir, saya terkejut, bahkan sedikit kaget. Saya menuding bahwa kritik-kritik itu hanya memutuskan dengan merubah sesuatu dan seseorang menjadi simbol. Tapi lalu saya mulai melihat persamaan antara aspek perilaku Hamida dan aspek dari situasi politik. Dan pada waktu saya memutuskan membaca artikel, saya menyadari bahwa kritik itu benar—bahwa saya ketika menulis tentang Hamidah saya juga secara tidak sadar telah menulis tentang Mesir. Saya pikir hubungan-hubungan simbolik semacam itu selalu datang dari kesadaran, Meskipun saya tidak meramu cerita dalam rangka menyampaikan arti tertentu dan pembaca melihat itu, yang berarti bahwa meskipun menjadi bagian legitimasi dari cerita. Seorang penulis menulis antara sadar dan tidak sadar.
PEWAWANCARA
Apa subyek yang paling dekat dengan Anda? Subyek yang paling Anda sukai ketika menuliskannya?
MAHFOUZ
Kebebasan. Kebebasam dari kolonisasi, dari kekuasaan absolut raja dan kebebasan dasar manusia dalam konteks masyarakat dan keluarga. Jenis-jenis dari kebebasan mengikuti satu sama lain. Dalam Trilogi Kairo misalnya, setelah revolusi membawa kebebasam politik, keluarga Abdul Gawad meminta kebebasan lebih kepadanya.
PEWAWANCARA
Apa yang paling sulit dari situasi yang anda hadapi dari hidup?
MAHFOUZ
Pastinya ketika memutuskan untuk mendedikasikan diri saya untuk menulis, dengan demikian menerima standar hidup terendah untuk saya dan keluarga. Itu demikian sulit karena kemungkinan untuk kaya sudah di depan mata… sekitar tahun 1947 saya diberi kesempatan bekerja menjadi penulis naskah dengan orang-orang terbaik di bidangnya. Saya mulai bekerja dengan Salah Abu Seif [sutradara Mesir], tapi saya berhenti. Saya menolak melanjutkannya, saya tidak bekerja dengannya lagi hingga paska-perang perang ketika semuanya mahal. Sebelum itu saya tidak tidak pernah berpikir demikian. Dan keluarga saya menerima pengorbanan itu.
PEWAWANCARA
Banyak penulis kenamaan, khususnya di Barat, dikenal dengan kehidupan pribadinya yang berantakan, mereka peminum akut, pemakai obat-obatan, dan berhasrat bunuh diri…tapi Anda tampak sempurna!
MAHFOUZ
Demikianlah…
PEWAWANCARA
Mungkin itu kekurangan terbesar Anda?
MAHFOUZ
Itu tentu saja kekurangan. Tapi Anda mengatakan itu saat saya setua ini. Ketika muda, saya melewati hari dengan melakukan itu semua—saya minum, mengejar kelembutan seks, dan seterusnya.
PEWAWANCARA
Apakah Anda optimis dengan masa deman Timur Tengah, khususnya dalam pendangan tentangPerang Teluk dan kekerasan yang berlanjut?
MAHFOUZ
Di usia saya sekarang ini tak pantas melihat itu secara pesimistik. Ketika Anda muda Anda bisa mengatakan tidak ada harapan untuk manusia dan ketika beranjak tua, Anda belajar untuk menolak mendorong orang lain membenci dunia.
PEWAWANCARA
Tapi bagaimana dengan konsep pahlawan? Para pahlawan tidak ada dalam cerita-cerita Anda, atau bahkan dalam cerita-cerita penulis kontemporer mesir.
MAHFOUZ
Benar tidak ada satu pahlawanpun hampir di semua cerita saya—hanya sekumpulan karakter. Mengapa? Karena saya melihat masyarakat kami dengan mata kritis dan menemukan tidak ada yang menakjubkan dari setiap orang yang saya lihat. Generasi sebelum saya, dipengaruhi oleh kebangkitan tahun 1919, melihat perilaku heroik—pekerja bisa mengatasi hambatan yang tang tak lazim, bahwa itulah pahlawan. Penulis lain, Tawfik al-Hakim, Muhammad Husayn Haykal, Ibrahim Abd al-Quadir al-Mazini—menuliskan ciri kepahlawanan. Tapi keseluruhan, generasi kami demikian apatis dan pahlawan adalah hal yang jarang ada; Anda tidak bisa meletakkannya dalam novel meskipun itu kerja fantasi.
PEWAWANCARA
Bagaimana Anda mencirikan pahlawan?
MAHFOUZ
Ada banyak pahlawan dalam sastra Arab klasik, semua dari mereka dalah penunggang kuda, ksatria. Tapi pahlawan hari ini bagi saya adalah seseorang yang menganut prinsip-prinsip tertentu dan berdiri bersama mereka di depan para penentang. Dia melawan korupsi, bukan seorang oportunis, dan mempunyai pendasaran moral yang kukuh.
PEWAWANCARA
Apakah Anda menganggap diri Anda pahlawan?
MAHFOUZ
Saya?
PEWAWANCARA
Tidakkah Anda panutan bagi anak-anak Anda, masyarakat, dan seorang yang berdiri dengan prinsip-prisipnya menghadapi kesulitan.
MAHFOUZ
Ya, tentu saja. Tapi saya tidak berpikir jika diri saya pahlawan.
PEWAWANCARA
Bagaimana kemudian, Anda mendeskripsikan diri Anda?
MAHFOUZ
Seseorang yang mencintai sastra. Seseorang yang yakin dan tulus dengan pkerjaannya, seseorang yang mencintai pekerjaannya daripada uang atau ketenaran, tentu saja, jika uang dan dan ketenaran datang, mereka datang! Tapi mereka tidak pernah menjadi tujuan saya. Mengapa? Karena saya mencintai menulis lebih dari apapun. Bisa jadi itu tidak sehat, tapi saya merasa tanpa sastra hidup saya tak berarti. Saya bisa memiliki teman baik, perjalanan. kemewahan, tapi tanpa satra hidup saya akan menyakitkan. Itu satu hal yang ganjil, tapi tidak sebenarnya, karena hampir semua penulis memiliki jalan yang sama. Itu tidak berarti saya tak melakukan apapun selain menulis dalam hidup saya. Saya menikah, memiliki anak. Lalu, sejak tahun 1935, saya mempunyai kepekaan di kedua mata saya yang menghalangi saya untuk membaca atau menulis selama musim panas, jadi itu memaksa keseimbangan dalam hidup saya. Keseimbangan yang diatur Tuhan! Tiap tahun saya harus hidup selama tiga bulan dengan tidak menjadi penulis. Tiga bulan itu saya bertemu teman-teman dan keluar hingga pagi.
Dan apakah saya tidak hidup?