No Result
View All Result
No Result
View All Result
Islam Bergerak

Lenin, Komunis, dan Imigrasi

(Étienne Balibar, 14 Januari 2019)

Ahmad Thariq Oleh: Ahmad Thariq
14 Agustus 2019
Kategori: Artikel
0
Lenin, Komunis, dan Imigrasi

Sumber: gcorr.org

601
Berbagi
FacebookTwitter

Catatan redaksi: Tulisan ini merupakan teks yang ditulis oleh Etienne Balibar tahun 1973 dalam bahasa Perancis bertajuk “Lénine, les communistes, et l’immigration”, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Patrick King dan diterbitkan pada tanggal 14 Januari 2019 di viewpointmag.com. Pembahasan Balibar dalam tulisan ini, dengan mengutip Lenin, menunjukkan masih relevan dan akuratnya analisis atas krisis imigrasi dewasa ini disertai oleh perkembangan imperialisme-kapitalisme dalam tahapan lanjutannya. Dampak ini terasa dengan meningkatnya arus gelombang pekerja dari negara-negara miskin dan berkembang menuju negara-negara yang dikategorikan sebagai ‘makmur’ (atau ‘beradab’, sekiranya itu istilah yang lebih disukai negara kolonial). Krisis ini bukan soal jargon globalisasi dan hilangnya batas negara-bangsa, namun justru sebaliknya, nasionalisme ekstrem muncul untuk memecah-belah kelas pekerja ke dalam sekat rasisme serta kekerasan struktural. Saudara Ahmad Thariq, lewat terjemahannya yang bernas, menyuguhkan kepada kita suatu tulisan penting yang perlu kita simak. Silakan membaca!


 

Kepada Pemimpin Redaksi L’Humanité:

Kawan seperjuanganku,

Saya baru saja membaca, dengan turut juga menyimak seluruh pembahasan dalam L’Humanité, sebuah artikel sejarah [chronique historique] yang ditulis oleh Jean Bruhat, “Tentang Pekerja Imigrasi,” yang dapat membantu kita merefleksikan bersama permasalahan nyata yang mendesak kaum komunis dimanapun: inilah kenapa saya mengajukan untuk menghadirkan topik serupa di laman Anda demi membuka peluang beberapa tanggapan.

Sebelumnya, seandainya diizinkan, saya ingin memuji kualitas dan orientasi politik dari karya Bruhat tersebut: memahami sejarah gerakan kelas buruh dengan penuh rasa pemberontakan’ dari sebuah perspektif perjuangan, ia menghadirkan sebuah informasi kritis yang dapat membantu kita dalam memahami kondisi hari ini secara lebih memadai. Ia menawarkan sebuah kontribusi yang amat berguna bagi keberlangsungan pendidikan politik kita sejauh ini melalui pandangan analisis kritis Marxis dan Leninis berikut kecenderungan efektifnya dalam sejarah pergerakan kelas buruh.

Kembali pada permasalahan buruh imigran: Jean Bruhat secara eksplisit membatasi riset faktual nya pada periode pertama (permulaan) sejarah kapitalisme industrial, seiring dengan terbentuknya pergerakan kelas buruh internasional. Bentuk baru apa yang diasumsikan sebagai persoalan semenjak itu? Kita dapat menambahkan beberapa teks yang dikutip oleh Bruhat, terutama dari karya-karya milik Lenin.

Lenin dan Imigrasi

Pada Oktober 1913, Lenin mempublikasikan sebuah artikel yang langka diketahui, yakni “Kapitalisme dan Pekerja Imigrasi.” Ia berpendapat bahwa kapitalisme telah melahirkan suatu pola tersendiri dalam migrasi bangsa-bangsa. Negara industri yang berkembang pesat, telah memperkenalkan mesin skala besar dan mengusir negara terbelakang dari kancah pasar dunia, menaikan upah dalam negeri hingga melampaui rata-rata sehingga dapat memikat buruh dari negara terbelakang. Ratusan ribu buruh pun lantas mengembara hingga ratusan ribu jauhnya. Kapitalisme lanjut telah menarik mereka secara paksa ke dalam orbitnya, menghancurkan dusun-dusun tempat mereka tinggal, membuat mereka ambil bagian dalam perjuangan sejarah dunia dan membawa mereka berhadap-hadapan dengan para adikuasa, perserikatan, kelas pemilik perusahaan internasional. 3

Dari observasi tersebut, Lenin pun terdorong untuk melanjutkan penjabarannya:

Tidak diragukan lagi bahwa kemiskinan sendirilah yang memaksa para penduduk meninggalkan tempat tinggalnya, dan lantas para kapitalis pun mengeksploitasi para imigran dengan cara yang paling tidak tahu malu. Tetapi hanya kaum-kaum reaksioner sajalah yang dapat menutup mata mereka dari kebenaran akan peningkatan migrasi bangsa. Emansipasi dari penindasan kapital tidak mungkin tanpa perkembangan kapitalisme secara lebih lanjut, dan juga tanpa mendasarkan diri pada perjuangan kelas. Dan ke arah perjuangan inilah kapitalisme terus-menerus menyeret kelas buruh di seluruh dunia, menghancurkan adat-adat lokal yang menjemukan, usang, menghancurkan sekat negara dan prasangka, menyatukan para kelas buruh dari seluruh dunia yang berada dalam perusahaan dan pertambangan raksasa di Amerika, Jerman, dan sebagainya. 4

Lenin kemudian menguji basis ekonomi dari imigrasi, yang didasari oleh perkembangan kapitalisme yang timpang. Mengutip data statistik dari AS dan Jerman, ia menunjukan bahwa pertumbuhan pekerja imigrasi membesar secara terus-menerus, akan tetapi strukturnya mulai mengalami perubahan semenjak dekade 1880-1890. Sementara di periode sebelumnya, imigrasi di Eropa utamanya berasal dari “negara-negara beradab terdahulu” (Inggris dan Jerman) di mana kapitalisme mengalami perkembangan paling cepat, dewasa ini gelombang migrasi justru berasal dari “negara-negara paling terbelakang” (dipimpin oleh Eropa Timur) yang seiring dengan bertambahnya tenaga kerja terampil menjadi penyedia bagi Amerika dan negara kapitalis ‘maju’ lainnya. Dalam kondisi demikian, “negara-negara paling terbelakang di dunia, negara-negara yang dimana feodalisme masih bertahan hidup dalam setiap sendi kehidupannya, mereka, seolah-olah, tengah ditempa oleh ujian penting di dalam peradaban.”5

Bergerak dari level ekonomi ke level politik, Lenin kemudian mencatat bahwa apabila para pekerja Rusia dalam hal ini paling terbelakang, mereka justru lebih maju dalam perjuangan melawan para borjuasi yang berusaha membentuk sekat-sekat rasial : “Akan tetapi dibandingkan dengan seluruh populasi, adalah para pekerja Rusia yang akan meledak keluar paling keras dibanding siapapun dari kondisi keterbelakangan dan barbarisme  […] dan yang paling erat dari siapapun dalam menjalin persatuan dengan kelas pekerja di seluruh dunia menjadi sebuah kekuatan tunggal internasional demi emansipasi”2

Imigrasi dan Imperialisme

Saya telah mengutip artikel Lenin demikian panjangnya demi menunjukan secara lebih baik persoalan ganda yang menjadi pokok dalam imigrasi: permasalahan penyebab ekonominya dan transformasinya dalam sejarah kapitalisme, dan efek politisnya pada perjuangan proletariat.

Cukup bagi kita untuk membaca ulang Imperialisme: Sebuah Tahapan Tertinggi dari Kapitalisme untuk menyadari betapa pentingnya permasalahan-permasalahan ini. Dalam karya tersebut, Lenin menganalisis – secara lebih luas – sebuah pembalikan kecenderungan dalam emigrasi pekerja sebagai aspek fundamental dari imperialisme: tahapan  dari “parasitisme dan pembusukan kapitalisme,” yang mana terdapat kontradiksi simultan antara perkembangan tenaga produktif dan transformasi struktur kelas di negara imperialis (ditandai dengan munculnya “aristokrasi pekerja” dan jumlah produsen yang relatif semakin berkurang). Ragam karakteristik tersebut saling terhubung secara organik, dan kembali mendorong Lenin untuk menyoroti konsekuensi politis– nya, yang dipahami sebagai konsekuensi negatif (“kecenderungan imperialisme untuk memecah-belah pekerja, demi memperkuat oportunisme di antara mereka sehingga dapat merusak sementara gerakan kelas pekerja”).6

Analisis Lenin memang muncul di saat yang sangat tepat karena berhasil memunculkan permasalahan teoretis dan praktis tanpa secara definitif meneguhkan penyelesaiannya. Hal tersebut berhasil memaksa kita untuk mempertimbangkan imigrasi – kehidupan dan kondisi kerja para pekerja imigran – mulai dari teori tentang imperialisme, yang di luar itu bentuk imigrasi dewasa ini masih belum dapat cukup dipahami. Pengetahuan konkret terkait sebab dan akibat dari imigrasi adalah, secara resiprokal, benang pemandu menuju pemahaman tentang imperialisme, yakni, tahapan kapitalisme saat ini.

Jean Bruhat, mengutip Marx, menunjukan arti penting dari kompetisi antar pekerja itu sendiri semenjak permulaan kapitalisme industrial; kompetisi tersebut bukanlah sekedar fenomena sepintas atau sekunder belaka, akan tetapi merupakan dasar dari hubungan kapitalis, yang mempertentangkan sekumpulan pekerja perseorangan, mereka yang menjual tenaga kerja nya secara “gratis”, dengan sang pemilik (yang semakin mengonsentrasikan) alat produksinya. Kompetisi merupakan dasar bagi upah sebagai modus eksploitasi tenaga kerja, dan hanya akan dapat hilang, melalui pembangunan relasi kerja baru yang revolusioner, hubungan relasi produksi komunis.

Benar bahwa bentuk kompetisi mengalami perubahan secara historis: akan tetapi perubahan tersebut hanya menggantikan praktik perekrutan berkala di negara tetangga, yang  memiliki “tingkat upah nasional” lebih rendah, dengan “organisasi” pasar tenaga kerja yang lebih kompleks, internasional lebih jelasnya, sehingga cenderung mengarah pada timbulnya perbandingan, mempertentangkannya satu sama lain, massa pekerja “terampil” yang berlimpah, secara tidak sepadan. Perubahan tersebut merupakan bentuk satu-satunya dari perkembangan relasi produksi kapitalis.

Benar pula bahwa perjuangan kelas pekerja dan berkembangnya organisasi mereka akan menetralisir efek dari kompetisi, serta kekuatan kapital (yang merupakan satu-satunya alat bagi borjuasi) untuk secara konstan mencari cara baru untuk memperkerjakan, menyeleksi, melakukan pemanfaatan tenaga kerja, mencari sumber tenaga kerja baru: yang itu berarti, secara lebih jelasnya, perkembangan relasi produksi kapitalis adalah hasil sehari-hari dari perjuangan kelas berkelanjutan.

Imigrasi dan Revolusi Teknologi

Bagaimana pun juga, mengambil satu langkah lebih maju merupakan hal yang penting : sebagaimana yang ditunjukan oleh Bruhat, perjuangan seputar upah (pengurangan upah untuk satu pihak, dan perlindungan upah untuk pihak lainnya) merupakan sebuah fakta pokok. Akan tetapi hal tersebut belum seluruhnya: hanya dengan berkembangnya eksploitasi kapitalis yang bertalian erat dengan penekanan atas upah, penambahan waktu kerja, berikut transformasi (secara teknologis) dari corak produksi itu sendiri lah, yang memungkinkan terjadinya peningkatan produktivitas dan intensitas kerja. Kita telah sampai pada salah satu permasalahan paling mendesak untuk saat ini: yakni efek “revolusi industri” permanen dari kapitalisme, khsusnya menyoal tenaga kerja OS7 pada industri mesin dan elektronik

Di sini terdapat sebuah poin penting: kita tidak dapat mengujinya secara terpisah, melainkan secara keseluruhan, aspek eksploitasi yang eksis hari ini bertalian erat dengan terjadinya mekanisasi, “paketisasi”, dan intensifikasi pekerja, yang  keseluruhan aspek tersebut berterkaitan dengan kompetisi internasional antar pekerja, hingga terjadinya imigrasi. Beragam aspek tersebut saling mengondisikan satu sama lain secara resiprokal. Apa yang diperlukan, sebagaimana telah ditunjukan oleh perjuangan sebelum-sebelumnya, ialah pemahaman akan beragam aspek dari proses overdeterminasi serupa. Bukanlah suatu kebetulan bahwa di negara imperialis kebanyakan, mayoritas pekerja imigran bekerja di sektor manufaktur dan perakitan, situs konstruksi, dan di pekerjaan umum, yang di mana tenaga kerja amat dieksploitasi dan dimanfaatkan secara tidak wajar, sehingga memerlukan pergantian secara cepat.

Baca Juga:

Agama adalah Perlawanan, dan Dunia Itu Penipu Ulung!

Agama adalah Perlawanan, dan Dunia Itu Penipu Ulung!

14 Oktober 2022
Menengok Ulang Sejarah Perjumpaan Islam dan Komunisme dalam Perjuangan Kemerdekaan (Bag. 2)

Menengok Ulang Sejarah Perjumpaan Islam dan Komunisme dalam Perjuangan Kemerdekaan (Bag. 2)

2 September 2022

Dalam sebuah investigasi yang menjanjikan, Jacques Frémontier telah menunjukan secara jelas (atau lebih tepatnya, dengan membiarkan para pekerja memperagakannya sendiri) bahwa pembagian antara pekerja cakap dan kurang cakap, seringkali sangat tipis atau bersifat artifisial pada tingkat kualifikasi atau bahkan kondisi kerja, yang sebenarnya peneguhannya diperoleh dari pembagian ulang secara masif antara pekerja “nasional” dan “asing”, namun di sini dipahami sebagai kesenjangan budaya atau politik yang justru akan memperkuat dan melanggengkan pembagian tersebut.8

Dari poin ini, pemahaman terkait karakteristik dari imperialisme tercermin secara jelas pada tingkatan hubungan produksi internasional: yakni, dalam proses produksi langsung, bentuk di mana kapitalisme mentransformasi seluruh tenaga produktif yang ada, dan bentuk perjuangan kelas yang kompleks yang terukirkan pada inti pokok produksi.

Komunis dan Imigrasi

Meskipun tulisan ini sangat singkat, sekarang kita dapat memahami pentingnya politik radikal dalam permasalahan imigrasi proletariat dan organisasinya.

Dalam kondisi masa kini, kehadiran pekerja imigran dan perjuangannya memerlukan internasionalisme, lebih dari sebelumnya, sebagai kondisi paling mendasar dari pembebasan kelas pekerja, selayaknya yang terus digaungkan oleh Marx dan Lenin: mereka menyebutkan bahwa internasionalisme selalu terejawantahkan secara konkret, secara organik. Masa depan kelas pekerja seluruh negara bergantung padanya, dan untuk selanjutnya mereka tidak dapat melawan musuh yang sama secara paralel, musuh mereka sendiri saja, melainkan harus membangun “detasemen” di seluruh negara yang tunggal, berkesatuan, tergabung secara kekuatan. Dengan demikian perkembangan dari imperiaslime akan memunculkan bentuk baru, dan lebih lanjut dari internasionalisme, sekaligus tonggak sejarah baru perjuangan pergerakan kelas pekerja.

Terlebih, dengan menyoroti urutan yang memungkinkan pembentukan kapital, yang bertentangan dengan perjuangan kelas pekerja, dengan merawat kompetisi antar kelas pekerja sebagai basis eksploitasinya, permasalahan imigrasi menunjukan kepada kita, sekali lagi dan pada basis konkretnya, mengapa perjuangan kelas pekerja haruslah memimpin perjuangan secara terus-menerus melawan jerat ekonomisme: yakni dengan memberikan tempat tak tergantikan bagi serikat-buruh-isme (trade-unionist), di saat bersamaan hal ini mendemonstrasikan keharusan mutlak tergalangnya persatuan perjuangan politik dari kelas pekerja nasional dan imigran demi revolusi sosialis, yang akan memmbuka kemungkinan penghancuran dari segala bentuk eksploitasi.

Saya akan kembali mengutip Lenin untuk terakhir kali, dari Oktober 1917 menyoal revisi program partai Bolshevik:

Setelah menyimpulkan analisis kami terhadap rancangan dari kawan Sokolnikov, kami menandai sebuah ajuan berharga yang ia ajukan dan menurut pendapatku harus diterapkan dan bahkan dikembangkan. Pada paragraf menyoal kemajuan secara teknis dan pemberian kesempatan kerja lebih bagi buruh perempuan dan anak-anak, ia mengajukan penambahan“ begitupula dengan para pekerja asing tak terampil yang diimpor dari negara terbelakang”. Ajuan ini sangat berharga dan penting. Eksploitasi upah rendah bagi para pekerja dari negeri terbelakang merupakan salah satu karakteristik dari imperialisme. Dalam eksploitasi tersebut terletak, pada taraf tertentu, parasitisme dari negara imperialis kaya yang menyuap sebagian pekerjanya dengan upah lebih tinggi sementara secara tidak tahu malu dan seenaknya  mengeksploitas pekerja “murah” asing. Kata “upah rendah” harus ditambahkan begitupula dengan kata “dan dirampas haknya terus-menerus”; para eksploitir di negara-negara  “beradab” selalu meraup keuntungan dari fakta bahwa pekerja asing yang diimpor tidaklah memiliki hak sama sekali. Hal ini dapat sering disaksikan di Jerman terhadap para pekerja dari Rusia; Swiss terhadap pekerja Italia; dan di Perancis, terhadap pekerja Spanyol dan Italia, dsb.9

Kita lihat di sini, melalui pandangan Lenin, bahwa akhirnya pada wilayah perjuangan politik dan organisasi para pekerja dari seluruh bangsa harus menempa terbantuknya persatuan. Namun persatuan ini tidaklah tebentuk secara spontan, melainkan harus menyasar hubungan eksploitasi yang dibangun oleh imperialisme, dan dengan harga perjuangan politik dan ideologis yang amat sukar. Lebih dari sebelumnya, ini adalah tujuan utama dari komunis, yang menurut slogan Marx, “pada perjuangan nasional proletariat dari seluruh negara…tunjukan dan kedepankan kepentingan bersama seluruh proletariat, terlepas dari seluruh sekat kebangsaaan”; dan “ pada segala tahap perkembangan pertentangan kelas pekerja dengan kelas borjuasi haruslah dilewati, mereka selalu dan dimanapun mewakili kepentingan gerakan secara keseluruhan.”10

Dihadapkan pada pembangunan perjuangan yang dipimpin oleh para pekerja imigran dalam bentuknya yang baru berikut segala kesulitannya, “oportunisme kiri” hendak melihat proletariat “sejati” dalam imigrasi, merealisasikan ide mistik tentang proletariat: ia memuja [memuliakan] divisi tersebut, dan memperkukuh mereka demi kepentingan kapital. Di sisi lain,  oportunisme “kanan” menolak keberadaan divisi itu, kontradiksi tersebut dibentuk oleh imperialisme dalam tubuh kelas pekerja itu sendiri, atau membiarkan para pekerja imigran menerima takdirnya, ataupun memperhitungkan mereka sebagai masalah ekonomi, hukum, dan ketimpangan sosial, hanya menyerukan perbaikan dari mereka yang paling “tidak beruntung.” Sebagai komunis, kita harus melihat kontradiksi tersebut secara lebih baik di depan mata, demi mengenali tujuan dan batasnya, yang mana setiap tindakan kita terarah untuk melawannya. Kita tahu bahwa seluruh kelas pekerja dengan demikian dapat melampiaskan seluruh energi revolusionernya, menuju sebuah lompatan besar emansipasi.

Ini adalah terjemahan dari “Lénine, les communistes, et l’immigration,” dari Cinq études du matérialisme historique (Paris: Maspéro, 1974), 195-201.

Referensi

  1. ↑ Catatan penerjemah: Saya tidak berhasil mendapatkan salinan surat Bruhat. Pada karya lainnya, Bruhat memfokuskan perhatian pada kehadiran para pekerja imigran pada perjuangan kelas awal di Perancis yang meletus saat perkembangan kapitalisme industri yang tidak merata setelah revolusi Perancis, manakala preservasi struktur dari serikat sekerja, tradisionalisme lokal, dan ideologi tentang martabat pekerja sering dimaksudkan sebagai perlawanan pekerja terhadap upaya mempekerjakan pekerja“asing”sebagai solusi utama untuk permasalahan sosial dan pengangguran. Bruhat mengutip contoh pada kajian sejarahnya dari tahun 1830-an, manakala para pengukir, tukang batu, dan pemecah batu menutut bos mereka untuk tidak mempekerjakan pekerja dari daerah atau provinsi lain, atau bahkan memecat mereka. Lihat Jean Bruhat, Histoire du mouvement ouvrier français (Paris: Éditions sociales, 1952), 223. Kami pun tidak memiliki cukup ruang untuk menceritakan secara keseluruhan kisah hidup menarik Bruhat (1905-1983) di sini. Ia merupakan intelektual vokal berpengaruh di PCF untuk beberapa tahun, seorang sejarawan yang banyak menulis topik sejarah pekerja Perancis dan mempertahankan keterlibatan peran politis nya di akademi. Berasal dari keluarga kelas pekerja, ia bergabung dengan partai di daerah Nantes sepanjang perjalananya pada 1925. Ia mengajar di Lycée Buffon, Sorbonne, kemudian Paris VIII-Vincennes. Ia menyusun artikel sejarah pertamanya untuk the Cahiers du bolchevisme pada 1933, tentang Marx dan Komune Paris, mengajar secara ekstensif di sekolah Partai serta berpartisipasi dalam the Cahiers du contre-enseignement prolétarien, dan menjadi kontributor langganan untuk l’Humanité seksi “Doctrine et l’histoire”, yang menyajikan “fungsi ilustratif” dari contoh sejarah dan studi kasus untuk mengelaborasi garis politik partai. Lihat topik berikut, Marie-Cécile Bouju, “L’Histoire dans la culture militante communiste en France, 1921-1939,” Cahiers du CRHQ (2012): 1-23. Bruhat menulis beberapa kajian tentang kehidupan dan radikalisme politik kelas pekerja Perancis, acap kali untuk PCF imprint Editions Sociales: Histoire du mouvement ouvrier français (1952); L’Europe, la France et le mouvement ouvrier en 1848 (1953); a biography of Marx and Engels (1970); a profile of Gracchus Babeuf (1978); a political memoir, Il n’est jamais trop tard (1983); dan beberapa karya kepenulisan bersama, termasuk La Commune de 1871 (1970), dan histories of trade unions and the First International (1964) begitupula dengan the CGT (1958), keduanya ditulis sebagai risalah rakyat untuk pendidikan kelas pekerja. Pembelaan untuk tesis doktoral Bruhat dipublikasikan pada 1971 berjudul La Pensée: see Jean Bruhat, “Science historique et action militante,” La Pensée 160 (November-December 1971): 34-43. Untuk informasi biografis secara lebih lanjut, lihat obituari Jean Bouvier di Revue d’Histoire Moderne & Contemporaine: Jean Bouvier, “Nécrologie: Jean Bruhat 1905-1983,” Revue d’Histoire Moderne & Contemporaine 30, no. 2 (1983): 322-323.
  2. ↑ Lenin, “Capitalism and Workers’ Immigration,” 457.
  3. ↑ V.I. Lenin, “Capitalism and Workers’ Immigration,” in Collected Works, Volume 19: March-December 1913 (Moscow: Progress Publishers, 1963), 454-57.
  4. ↑ Lenin, “Capitalism and Workers’ Immigration,” 454.
  5. ↑ Lenin, “Capitalism and Workers’ Immigration,” 455.
  6. ↑ V.I. Lenin, Imperialism: The Highest Stage of Capitalism: A Popular Outline, in Collected Works, Vol. 22: December 1915-July 1916 (Moscow: Progress Publishers, 1964), 185-304.
  7. ↑ TN: OS, atau “ouvrier specialisé,” berarti pekerja“semi-cakap” or “tidak cakap” (sebagai lawan dari ouvrier professionalisé) pada diskursus kiri Perancis pada 1970 yang mana istilah ini umumnya merujuk pada pekerja imigran, seringkali terhadap pada pekerjaan para pekerja manual.
  8. ↑ Jacques Frémontier, La forteresse ouvrière. Renault: une enquête à Boulogne-Billancourt chez les ouvriers de la Régie (Paris: Fayard, 1971).
  9. ↑ V.I. Lenin, “Revision of the Party Programme,” in Collected Works, Volume 26: September 1917-February 1918 (Moscow: Progress Publishers, 1972), 168.
  10. ↑ Karl Marx and Friedrich Engels, The Communist Manifesto, in Marx & Engels Collected Works, Volume 6: Marx and Engels 1845-48 (London: Lawrence & Wishart, 1975), 497.

 


Étienne Balibar ialah seorang filsuf Perancis dan kini menjabat sebagai Ketua di Contemporary European Philosophy at Universitas Kingston London dan Profesor Tamu di Universitas Columbia.


Penerjemah: Ahmad Thariq

Sumber artikel: Lenin, Communists, and Immigration

601
Berbagi
FacebookTwitter
Tagar: imigrasikapitalismeKomunismeLeninterjemahan
Sebelumnya

Muhammad Al-Fayyadl: Marxisme dan Jalan Menuju Fikih Pembebasan

Selanjutnya

Hancurkan Menara Gading: Pandangan Islam Progresif atas Komersialisasi Pendidikan Tinggi

Ahmad Thariq

Ahmad Thariq

Redaktur Islam Bergerak

Selanjutnya
Hancurkan Menara Gading: Pandangan Islam Progresif atas Komersialisasi Pendidikan Tinggi

Hancurkan Menara Gading: Pandangan Islam Progresif atas Komersialisasi Pendidikan Tinggi

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Unduh Gratis

Terpopuler

  • Apa Itu Islam Progresif?

    Apa Itu Islam Progresif?

    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Kritis tentang Politik Identitas di Indonesia

    Share 0 Tweet 0
  • Membedah Madilog, Gagasan Liberasi Tan Malaka

    Share 0 Tweet 0
  • Puisi Kemiskinan

    Share 0 Tweet 0
  • Amir Sjarifuddin: Seorang Komunis Sekaligus Kristen Taat (Bagian 1)

    Share 0 Tweet 0
  • Tak Ada Keberpihakan Agama pada Umat Tertindas di R20

    Share 0 Tweet 0
  • Agama adalah Perlawanan, dan Dunia Itu Penipu Ulung!

    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Progresif?

    Share 0 Tweet 0
  • Tentang Kota: Dari Kosmopolitan Baghdad, Komune Paris, ke Kantong Kreatif Neoliberalisme

    Share 0 Tweet 0
  • Kolonialisme dan Kemunculan Kapitalisme Indonesia

    Share 0 Tweet 0
  • Kirim Tulisan
  • Langganan
  • Donasi

(ɔ) 2021 Islam Bergerak - Wajah Islam Progresif Indonesia

No Result
View All Result
  • Redaksi
    • Mukadimah
    • Susunan Redaksi
  • Pamflet
    • Editorial
    • Tabuh
  • Artikel
  • Reportase
    • Liputan
    • Wawancara
  • Rahim
  • Islam
    • Fikih
    • Tafsir
    • Tarikh
    • Mimbar
  • English
  • Kirim Tulisan

(ɔ) 2021 Islam Bergerak - Wajah Islam Progresif Indonesia