‘Hantu Teriak Hantu’ Sebuah Surat Terbuka Untuk Ketua HMI Badko Sulselbar

8.5k
VIEWS
Aksi Vandalisme Anti-Komunis Sumber: Wartakini.co

Kepada Lanyala Suwarno,

Janganlah kamu ikuti apa yang tentangnya kamu tidak punya pengetahuan. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan, dan hati akan dimintai pertanggungjawaban’

Qs. Al-Isra (17):36[1]

Melalui surat ini, saya ingin menyampaikan kritik atas sikap anti-intelektual yang menyelimuti diri Anda dalam memahami marxisme dan Partai Komunis Indonesia yang disampaikan pada suatu dialog interaktif. [2] Dalam kesempatan itu, Anda berkesimpulan bahwa ‘secara sosiologis’ komunisme adalah hantu yang meresahkan masyarakat Indonesia. Tetapi bagi saya, hantu itu malah identik dengan diri Anda sendiri.

Kenapa seperti itu? Percayalah, Anda lebih lihai untuk memainkan peran menakut-nakuti dibanding hantu komunis itu sendiri. Celakanya, hantu seperti Anda ini tersebar dan berkeliaran di banyak organisasi Islam.[3] Bahkan ada yang malah bangga dan menyebut dirinya ‘sudah berpengalaman’.[4] 

Selain mampu untuk menakuti, Anda juga punya daya rusak yang luar biasa. Berawal dari cara berfikir yang usang dan tidak berimbang, Anda secara sadar atau tidak telah berupaya memadamkan bara api Islam dalam pembaharuan ilmu pengetahuan dan melumpuhkan keberpihakannya kepada kelompok mustadl’afin.

Sebagai organisasi Islam yang punya visi pencerahan, posisi Anda justru memperlihatkan kemandegan cara berfikir. Jujur, penolakan Anda terhadap marxisme dan Partai Komunisme Indonesia cenderung membosankan dan tidak punya kebaruan sama sekali. Seperti biasa, orang seperti Anda hanya berpayung pada TAP MPRS/XXV/1966 tanpa punya pertimbangkan analisis ekonomi-politik dan sejarah pembentukan negara-bangsa yang berimbang.

Ada pepatah lama yang relevan untuk kondisi Anda ini yaitu ‘If you don’t know where you want to go, then any road will take you there’. Begitulah diri Anda ketika tidak tahu jalan mana yang ingin ditempuh, maka jalan yang akan membimbing Anda hingga tersesat.

Ada dua kemungkinan mengapa Anda terpapar sedemikian rupa, pertama, Anda adalah pribadi yang malas untuk terjun kedalam perdebatan sejarah, kedua, Anda adalah korban dari sebuah kultur akademis yang tidak demokratis dalam memahami khasanah ilmu pengetahuan dan sejarah. Silahkan pilih Anda berada dibagian mana.

Kalau Anda memilih kemungkinan pertama, saya punya dua alternatif solusi. Pertama, saya sarankan untuk kembali membaca (iqra) buku-buku sejarah yang mungkin Anda tinggalkan di dalam lemari atau rak penuh debu. Di sini saya sangat mengerti kesibukan Anda sebagai ketua umum yang harus berkunjung di banyak tempat ataukah hanya bersendau gurau di warung kopi sepanjang hari. Kedua, kalau memang tidak punya, Anda bisa meminjam, membelinya di toko buku, atau luangkan waktu untuk berkunjung ke perpustakaan. Kalau tidak tahu tempatnya, Anda bisa mencarinya di mesin pencarian atau paling tidak bertanya kepada teman-teman pengurus lain yang jumlahnya puluhan atau bahkan ratusan orang yang kiranya turut bertanggung jawab atas ungkapan Anda.

Kalau pilihannya jatuh kepada kemungkinan kedua, saya punya tawaran teknis kepada Anda untuk meninjau ulang, menganulir, dan melakukan bertobatan atas posisi sebelumnya. Sebab, regulasi ini yang mengantar Anda menuju kekacauan seperti ini.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pemahaman Anda atau mungkin sebagian masyarakat Indonesia dibentuk sedemikian rupa dari kultur akademik dalam kapitalisme yang menancap sejak 1965-1966. Kultur akademik yang tampil seolah-olah memberikan pilihan demokratis kepada setiap orang, pada kenyataanyan hanya memberi ruang bagi mereka yang punya cara berfikir arus utama. Membincang ide-ide alternatif dalam pendidikan tinggi dianggap subversif atau dikleim ‘tidak ilmiah’. Tidak jarang birokrasi bersama satuan keamanan kampus diturunkan untuk mempersekusi dan mencekal kegiatan-kegiatan atau kampanye-kampanye politik mahasiswa. Dengan demikian, mudah membayangkan pendidikan tinggi kita jatuh kedalam kemiskinan berfikir. Bukankah ini kontra produktif dengan perjuangan organisasi?

Sayyed Hossein Nasr pernah mengatakan,

“Ilmu pengetahuan Islam menjadi ada dari suatu perkawinan antar semangat yang memancar dari wahyu al-Quran dan ilmu-ilmu yang ada dari berbagai peradaban yang diwarisi Islam dan yang telah diubah melalaui daya tenaga rohaninya menjadi sebuah zat baru yang sekaligus berbeda dari dan berkesinambungan dengan apa yang ada sebelumnya”[5]

Dari sejarah, kita harusnya banyak belajar bahwa dalam tradisi Islam, ilmu pengetahuan diperoleh melalui ikhtiar, baik dari aktivitas menerjemahkan, membaca, dan mengkritisi teks-teks yang ada sebelumnya. Artinya, posisi anti-intelektual Anda akan menutup kemungkinan eksplorasi pembaruan ilmu pengetahuan dalam Islam.

Bukan main dampak yang Anda ciptakan atas posisi anti-intelektual ini, tidak hanya mematahkan semangat pembaruan ilmu pengetahuan, bahkan jauh daripada itu, Anda adalah hambatan bagi suluh pergerakan Islam untuk mentransformasi kehidupan masyarakat yang lebih adil dan makmur.

Mungkin kita sama-sama paham bahwa Islam adalah petunjuk dari Tuhan melalui Nabi Muhammad untuk mengantar manusia menuju keselamatan. Tidak lupa seruan keberpihakan kepada kelompok mustadl’afin yang terdiri dari orang-orang dhu’afa, faqir, miskin, dan marjinal. Tetapi, pemahaman teologis seperti ini akan berakhir dengan bualan tanpa pengetahuan yang memadai mengenai kondisi material ummat Islam sekarang.

Anda perlu menyadari bahwa kita hidup di dalam suatu kondisi struktural material dimana kapitalisme tampak begitu dominan. Kapitalisme adalah mode produksi dan pertukaran berbasis kelas yang kompetitif yang disesuaikan dengan tingkat akumulasi modal melalui eksploitasi tenaga kerja dan alam serta nilai surplusnya dinikmati secara privat.[6] Dalam dirinya terdapat logika akumulasi, komodifikasi, maksimalisasi keuntungan, dan persaingan yang telah memenuhi hampir setiap aspek kehidupan manusia dan alam. Secara historis, perkembangan kapitalisme di Indonesia yang tampil begitu universal bisa mewujud karena melewati suatu fase sejarah yang begitu represif terhadap gerakan rakyat, menghilangkan manusia, hingga pembantaian massal pada tahun 1965.

Namun sejatinya, semakin kapitalisme menguniversalkan dirinya, semakin jelas polarisasi dan kontradiksi yang ditimbulkannya.[7] Indikasinya dapat ditemui di mana-mana seperti meningkatnya konsentrasi kepemilikan, sikap amoral, korupsi, valorisasi tenaga kerja tanpa henti, kehendak untuk bermegah-megahan (takatsur) dan menumpuk kekayaan, meningkatnya populasi terbuang, perubahan iklim, konflik agraria, sumber daya alam dan keragaman hayati yang kian tergerus dan masih banyak lagi. Komodifikasi barang publik yang dibarengi dengan ketimpangan membuat perawatan kesehatan, perumahan, pendidikan menjadi tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Mempertahankan sistem ini akan membawa malapetaka bagi manusia dan alam.

Di tengah krisis ekonomi dan ekologi yang sedang berlangsung, beragam cara telah dilakukan untuk mengurai masalah-masalah diatas mulai dari menghadirkan kapitalisme yang lebih etis, teknologi berkelanjutan, bisnis hijau, tanggung jawab sosial (CSR), penghitungan modal alam, atau bahkan praktik-praktik zakat, sedekah, dan infaq yang abai terhadap aspek pra-produksi, pada kenyataanya mengalami kebuntuan. Dari sini, eksplorasi terhadap korpus Marxisme relevan untuk menjelaskan dan melampaui kebuntuan-kebuntuan inisiatif reformis yang bertebaran dimana-mana ini.

Ada tujuh poin mengapa marxisme patut Anda perhitungkan:

“Pertama, komitmen terhadap pemikiran materialisme-dialektis memberikan pemahamanan yang memadai tentang masyarakat dan hubungan metabolismenya dengan alam. Kedua, fokus terhadap kapitalisme yang dianggap sebagai akar masalah kemanusiaan seperti krisis sosial-ekologis, perkembangan geografis yang tidak merata, ketimpangan, serta ketidakstabilan dll. Ketiga, ketelitian dalam memahami hubungan basis-struktur yang membentuk hubungan sosial. Keempat, kepercayaan yang radikal atas perombakan sistemik dan skeptis terhadap inisiatif-inisiatif agensi kapitalisme yang memajukan narasi reformis. Kelima, menekankan kebutuhan praktis sosial sebagai jawaban atas masalah-masalah sosial. Keenam, membuka kemungkinan masyarakat baru yang menekankan pembelaan atas hak-hak umum serta spesifik. Ketujuh, menekankan kebutuhan untuk menerapkan tatanan yang didalamnya terdapat kendali atas sumber daya alam dan produksi masyarakat dengan egaliter dan berkelanjutan.”[8]

Tanpa analisis yang memadai ketika dihadapkan pada kondisi material ummat Islam, di sinilah Anda tidak bisa bicara apa-apa. Anda hanya bisa menyalahkan ‘etnis china’ atau ‘komunis’. Akibatnya, Anda akan mengantar organisasi ini dalam pusaran konflik identitas yang notabenenya memantapkan status quo para oligark entah dibayar atau hanya menjadi kayu bakar. Kalau memang seperti ini, malang betul nasib organisasi ini dibawah kepemimpinan Anda.

Baca Juga:

Terus, bagaimana hubungan marxisme dan agama? Bukankah keduanya saling sikat?

Ada frasa yang paling dikenal untuk memahami hubungan marxisme dan agama yaitu ‘agama adalah candu rakyat’.

Berikut ini kutipannya:

“Penderitaan religius, pada satu dan saat yang sama, merupakan ekspresi dari penderitaan nyata dan protes terhadap penderitaan nyata. Agama adalah keluhan dari makhluk yang tertindas, hati dari dunia yang tak berhati, dan jiwa dari keadaan tak berjiwa. Agama adalah candu rakyat”

Nah, disini saya cuman meminjam sedikit penjelasan dari Roland Boer. Boer (2019) menjelaskan ungkapan ini punya pengertian yang ambivalen. Agama bisa menjadi ekspresi penderitaan sekaligus sebagai bentuk protes atas dunia yang tidak berhati, dan jiwa dari keadaan tak berjiwa.[9] Di sini protes-protes atas penderitaan ummat Islam harus mendapat penjelasan yang memadai dan marxisme mendapat bagian untuk mengisi itu.

Kita punya sejarah yang mungkin dihapuskan dalam hubungan marxisme dan Islam di Indonesia yaitu keberhasilan seorang atau kelompok muslim yang dengan ciamik memadukan ajaran Islam dan marxisme.  Haji Misbach salah satu diantara mereka yang mengkritik sistem feodalisme dan tirani kolonial sekaligus mengkritik sikap kelompok-kelompok Islam yang dinilai hanya membuat janji palsu.[10] Ada juga Semaun, anak muda yang sejak belia mempu menggolakkan semangat kaum inlander untuk bangkit melawan pemerintahan yang dispotik kala itu.[11] Begitupun dalam sejarah pembentukan negara-bangsa Indonesia yang sulit menemui kemerdekaan terhadap kolonialisme tanpa bergerumun dengan pemahaman radikal seperti marxisme.

Terakhir, renungan untuk kita bersama untuk tetap menjadi insan akademis yang menekankan pentingnya sikap berhati-hati dan melandasi diri pada kebenaran. Memahami marxisme secara teoritik memang tidak mudah. Apalagi ditambah pemahaman tentang praktik politik Partai Komunis Indonesia yang punya kompleksitasnya sendiri. Untuk itu, berhentilah berbicara tentang apa yang tidak Anda ketahui dan kembalilah belajar. Kalaupun Anda masih keras kepala, jalannya sejarah akan membuktikan mana yang haq dan mana yang batil.

Pada titik ini, saya masih percaya masih ada orang-orang di organisasi Islam ini yang bersungguh-sungguh dengan segala daya dan upayanya untuk mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan makmur. Saya hanya bisa berdoa semoga rahmat dan ridha-Nya terus tercurah kepada kalian semua.

Merdeka!

 

Catatan Kaki:

[1]Dalam tafsir Al-Misbah, ayat ini memuat tuntunan universal. Sayyid Quthub menyebutkan dalam hal ini juga mencakup suatu metode ilmiah. Terletak amanah ‘ilmiyah yang didengungkan dari konsekuensi dari amanah aqliyah dan qalbiyah. Hikmah atas surah ini yaitu mencegah sekian banyak keburukan, seperti tuduhan, sangka buruk, kebohongan, dan kesaksian palsu. Shihab, M. Quraish. (2002). Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran. Jakarta: Lentera Hati. Hal: 464-466.

[2]Mitra Sulawesi. HmI Badko Sulselbar: Tidak Ada Ruang Buat PKI di NKRI. https://mitrasulawesi.id/2020/06/07/hmi-badko-sulselbartidak-ada-ruang-buat-pki-di-nkri/

[3]Republika. PMII Mataram Suarakan Kewaspadaan PKI. https://www.republika.co.id/berita/jurnalismewarga/wacana/14/05/16/nasional/daerah/17/09/29/ox0wj9384-pmii-mataram-suarakan-kewaspadaan-pki

[4]Mimbar Rakyat. PLT Ketua KAMMI Aceh: KAMMI Sudah Pengalaman Dalam Tangkal Radikalisme dan Komunisme.  https://mimbarrakyat.id/nasional/plt-ketua-kammi-aceh-kammi-sudah-pengalaman-dalam-tangkal-radikalisme-dan-komunisme

[5]Poeradisastra, S.I. (2008). Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern. Terjemahan Ajib Rosidi. Depok: Komunitas Bambu. Hal: 17.

[6] Foster, J. Bellamy. (2019). Capitalism has Failed- What Next? Monthly Review.

[7] Wood, E. Wood. (1997). Back to Marx. Monthly Review.

[8] Das, J. Raju. (2020). The Marginalization of Marxism in Academia. Monthly Review.

[9]Molyneux, John. Boer, Roland. (2019). Hubungan Agama dan Marxisme Sebuah Cerita Lengkap. IndoPROGRESS. Hal: 54-55

[10]Misbach, H. Muhammad. Islamisme dan Komunisme.

[11]McVey, T. Ruth. (2017). Kemunculan Komunisme Indonesia. Depok: Komunitas Bambu.

Related Posts

Comments 5

  1. bahrijupri83@gmail.com says:

    Terbaikkk

  2. usman hidayat says:

    dialu makin maju, diarit makin bangkit, ditendang semakin menantang. semangat ini harusnya jadi semangat adu gagasan. kalo maen pisik hmi siap, tapi adu argumen intelektual lebih siap. tapi macam mana mau siap kalo bacaannya samuel huntington sama weber. terakhir dgn bangga menyebut diri islam protestan. ujungnya larinya ke ulil. iya kalo dibayar, kalo cuman kayu bakar? ya nasib.
    betul tuh kata penulis. mboco jgn mbacot. kalo kira2 terlalu berat, ada versi pemulanya kok. bisa dibaca pelan2. yg penting ikhlas lillahi taala mengejar ilmu utk menolong orang miskin, dan menolong diri sendiri utk keluar dari jerat kapitalis maupun dari godaan syaithon kapitalistis utk ikut menghisap orang miskin.
    kalo bingung mulai dari mana, boleh coba dari tahafut at tahafut-nya ibnu rusyd utk melihat sisi materialistis sang kibar ulama ahli fiqh perbandingam mazhab. bahwa utk membaca ayat kauniyah harus berangkat dari pemahaman keazalian alam. dan stop berkhotbah tentang dunia yg sementara sedang akhirat selamanya. karena itu hanya membuat orang2 teraniaya lari dari pahitnya dunia (bahasa kasarnya nyandu) alih2 bangkit untuk melawan kezaliman. sudah lupakah dgn motto para kakanda dan abangnda: jgn berharap jannah akhirat sebelum mampu mewujudkan jannah di dunia.

  3. Afandi says:

    Klo mau nulis disini gimana ya??

  4. Alex Steven says:

    Suruh aja kakandamu baca “Islam dan Komunisme melawan Kapitalisme” ditulis oleh Nor Hiqmah atau baca “Islam dan Teologi Pembebasan” ditulis oleh Asghar Ali, itu aja dehh yg dasar*nya biar faham tuh,masih bnyak sihh cman kalau malass baca yahh jadii All Cops Are Bastard (ACAB)…. nggak ceplas ceplos aja dalam berbicara soal komunis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.